Minggu, 04 Desember 2016

LAPORAN KERJA MANDIRI TERPANTAU EVALUASI KUALITAS CITRA DAN DOSIS RADIASI PADA PESAWAT SINAR-X FLUOROSKOPI C-ARM

LAPORAN
KERJA MANDIRI TERPANTAU

EVALUASI KUALITAS CITRA  DAN DOSIS RADIASI PADA PESAWAT SINAR-X FLUOROSKOPI C-ARM
Balai Pengaman Fasilitas Kesehatan (BPFK) Jakarta




Oleh :
NENDEN TIARA SUKMAWATI
NIM. 1137030050


JURUSAN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2016


ABSTRAK

Fluoroskopi C-Arm merupakan salah satu alat radiologi yang digunakan untuk melihat gambar atau objek dari pasien yang akan dilihat langsung dengan cara fluoroskopi dengan bantuan layar monitor, berfungsi untuk menunjang proses pelayanan medis pada penanganan penyakit organ dalam, tulang, syaraf dsb. Pesawat Fluoroskopi C-Arm termasuk Radiologi Intervensional. Uji kesesuaian bertujuan untuk memastikan pesawat sinar-X memenuhi persyaratan keselamatan radiasi dan memberikan informasi diagnosis atau pelaksanaan radiologi yang tepat dan akurat. Terdapat beberapa parameter untuk memastikan bahwa alat yang uji layak atau tidak, diantaranya variabel dosis radiasi dan kualitas citra yang dihasilkan. Pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui kualitas citra adalah uji kesesuaian berkas sinar-X dengan area citra monitor, laju dosis input II dan uji kualitas citra. Sedangkan pengukuran untuk kesesuaian dosis radiasi terdiri dari pengukuran laju dosis maksimum di udara dan laju dosis pasien tipikal menggunakan fantom equivalen. Setelah di evaluasi, didapatkan selisih nilai deviasi ASX (area Berkas Sinar-X) sebesar -2,21. Nilai High Citra Resolution (HCR) sebesar 11,81 inch dan Low Citra Resolution (LCR) sebesar 0.010 m dan laju dosis maksimal di udara didapatkan sebesar 22,51 mGy/min  kemudian laju dosis pasien tipikal sebesar 11,88 mGy/min. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kualitas citra dan nilai dosis radiasi yang dihasilkan oleh pesawat sinar-X fluoroskopi C-Arm yang dimiliki oleh RSUP Fatmawati  masih berada dibawah ambang batas yang ditentukan.

Kata kunci : Kualitas citra, Dosis radiasi, Fluoroskopi C-Arm.



DAFTAR ISI




DAFTAR GAMBAR


Gambar 1.      Struktur Organisasi BPFK Jakarta....................................................... 5
Gambar 2.      Bagian Utama Pesawat Sinar-X........................................................... 8
Gambar 3.      Bagian - Bagian Pesawat Fluoroskopi................................................. 9
Gambar 4.      Pesawat Sinar-X Fluoroskopi C-Arm................................................. 10
Gambar 5.      Bagian Image Intensifier.................................................................... 11
Gambar 6.      Diagram Alir Pengujian Citra dan Dosis........................................... 24
Gambar 7.      Area Efektif Monitor Pesawat Sinar-X Fluoroskopi C-Arm.............. 32
Gambar 8.      Pengukuran Uji Laju Dosis Image Intensifier................................... 33
Gambar 9.      Hasil uji kualitas citra pesawat Fluoroskopi C-Arm.......................... 33
Gambar 10.    Cirs Guide Book................................................................................. 35
Gambar 11.    Pengukuran Laju Dosis Maksimum di Udara (Tanpa Fantom)......... 36





DAFTAR TABEL


Tabel 1.      Data Uji Teknis Mode Fluoroskopi ....................................................... 20
Tabel 2.      Alat dan Bahan Pengujian...................................................................... 22
Tabel 3.      Data Uji Kesesuaian Area Berkas dengan Monitor................................ 30
Tabel 4.      Data Laju Dosis Input Image Intensifier................................................ 31
Tabel 5.      Data Uji Kualitas Citra........................................................................... 32
Tabel 6.      Data Laju Dosis Maksimum di Udara.................................................... 32
Tabel 7.      Data Laju Dosis Pasien Tipikal.............................................................. 33
Tabel 8       Nilai Cirs Guide Book............................................................................ 35





BAB I


1.1.        Latar Belakang
Radiologi merupakan ilmu kedokteran yang dimanfaatkan untuk melihat bagian tubuh manusia yang menggunakan pancaran atau radiasi gelombang elektromagnetik maupun gelombang mekanik (Patel, 2005). Jika ditelusuri kembali radiologi menurut teknis pelayanan terbagi dalam beberapa jenis, salah satunya adalah radiologi intervensional yakni cabang radiologi yang berhubungan dengan penggunaan pesawat sinar-X untuk menempatkan kabel, tabung, atau instrumen lain di dalam tubuh pasien guna mendiagnosa atau mengobati berbagai kondisi, serta dengan berbagai posisi pemeriksaan sehingga keberadaan pemeriksa harus selalu didekat pasien untuk memandu secara langsung (real time) jalannya pesawat. Hal ini membuktikan bahwa aspek keselamatan bagi segala komponen yang terlibat diantaranya pekerja radiasi, proteksi dari ruangan, peralatan dan personal atau perseorangan yang berada di sekitar instalasi radiasi harus benar-benar diperhatikan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah rumah sakit di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 9655 Rumah Sakit dan hanya sekitar 80% yang tercatat oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Sesuai dengan ketentuan keselamatan radiasi Internasional, BAPETEN telah memberlakukan ketentuan keselamatan radiasi melalui uji kesesuaian pesawat sinar-X untuk persyaratan perizinan. Data hasil uji kesesuaian menunjukan terdapat 42% pesawat sinar-X yang diuji tidak handal, artinya tidak layak untuk digunakan dan tidak diizinkan untuk dioperasikan.
Berangkat dari hal tersebut pihak Rumah Sakit ataupun instansi yang memiliki pesawat sinar-X selalu melibatkan pihak ketiga, salah satunya yaitu Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) yang berperan dalam menjamin setiap parameter penyinaran pada pesawat teruji akurasi, linieritas dan kestabilan fungsinya sesuai dengan spesifikasi alat dan bila terjadi penyimpangan harus berada dalam nilai batas toleransi yang disepakati.
Begitu pula dengan sebuah pesawat sinar-X Fluoroskopi C-Arm di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati, yang beberapa waktu lalu telah diuji kelayakan dan kualitas segala komponen pesawat dengan beberapa parameter yang telah ditentukan oleh pihak berwenang, dan penulis mencoba mengevaluasi kualitas citra dan dosis radiasi yang dihasilkan.

Adapun tujuan disusunnya laporan ini adalah :
1.      Memenuhi syarat kelulusan mata kuliah Kerja Mandiri Terpantau (KMT) pada semester VI (enam).
2.      Mengetahui sistem kerja di Lab Uji Kesesuaian Sinar-X Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Jakarta.
3.      Mengevaluasi  kualitas citra  dan dosis radiasi pada pesawat sinar-X Fluoroskopi C-Arm.

Berdasarkan tujuan diatas maka perumusan masalah untuk laporan ini yaitu, bagaimanakah sistem kerja di Lab Uji Kesesuaian Sinar-X (Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan) BPFK Jakarta dan bagaimana hasil evaluasi dari kualitas citra dan dosis radiasi  pada pesawat sinar-X Fluoroskopi C-Arm.

Laporan Kerja Mandiri Terpantau (KMT) ini lebih terfokuskan pada evaluasi kualitas citra dan dosis radiasi yang dihasilkan dari pesawat sinar-X Fluoroskopi C-Arm. Pengukuran meliputi laju dosis input pada image intensifier, kualitas citra, laju dosis maksismum di udara (tanpa fantom) dan laju dosis pasien tipikal menggunakan fantom equivalen pasien.


PROFIL BALAI PENGAMANAN FASILITAS KESEHATAN (BPFK) JAKARTA

Pada tahun 1975 dibawah naungan Direktorat Instalasi Kesehatan Dit. Jend. Pelayanan Kesehatan Departemen Kesehatan RI atas bantuan Word Health Organization (WHO) pelayanan monitoring dosis radiasi perorangan mulai dilakukan yang pada saat itu bernama Film Badge Service.
Pada tahun 1983 / 1984 terdapat 2 (dua) orang staff elektro medik, namun pelayanan kalibrasi alat kesehatan masih dilakukan di Direktorat Instalasi Medik, dan nama Film Badge Service sudah berubah menjadi Balai Pemeliharaan Peralatan Proteksi Radiasi dan Kalibrasi (BP3K) yang menjadi embrio dari Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan.
Tahun 1989 / 1990 BP3K menempati gedung di Jl. Percetakan Negara No. 23A Jakarta Pusat 10570, dengan jumlah pegawai dan peralatan yang semakin berkembang.  Tahun 1993 BP3K berubah nama menjadi Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) dengan anggaran yang dikelola sendiri. Pada tanggal 3 Agustus 2000 terbit Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1164/MENKES/SK/VIII/2000 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan Jakarta, pelayanan kalibrasi alat kesehatan mulai. dilaksanakan. Pada tanggal 27 April 2007 terbit Peraturan Menteri Kesehatan RI No.530/MENKES/PER/IV/2007 tentang Organisasi dan tata Kerja Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan.
Tahun 2009 Laboratorium Kalibrasi terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), dan tahun 2010 Laboratorium Pengujian Pemantauan Dosis Radiasi Perorangan juga terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN). Pada tanggal 22 November 2011 terbit Peraturan Menteri Kesehatan RI No.2351/MENKES/PER/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI. No.530/MENKES/PER/IV/2007 tentang Organisasi dan tata Kerja Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan.

Adapun visi Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Jakarta, yaitu: “Menjadi Balai Penguji Fasilitas Kesehatan Rujukan Nasional Dengan Pelayanan Prima”.
Adapun misi Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Jakarta, yaitu:
1.         Memberikan pelayanan pengamanan fasilitas kesehatan melalui pengujian dan kalibrasi dan proteksi radiasi sesuai dengan standar dan menjangkau seluruh fasyankes di provinsi-provinsi yang ditetapkan oleh pemerintah.
2.         Membina balai pengujian fasilitas kesehatan dan institusi penguji fasilitas kesehatan.
3.         Mewujudkan tata kelola institusi yang bersih, modern dan bertanggungjawab.

1.        Bertindak profesional dan menjaga mutu hasil pengujian
2.        Menerapkan praktek pelayanan pengamanan fasilitas kesehatan sesuai dengan standar pelayanan minimal
3.        Menjamin kepuasan pada semua pengguna jasa pelayanan fasilitas kesehatan
4.        Menjamin penerapan kebijakan dan prosedur sistem manajemen mutu
5.        Menerapkan sistem manajemen mutu sesuai persyaratan ISO

Pada akhir tahun 2009 kepala BPFK Jakarta menginstruksikan untuk membuat laboratorium yang melayani khusus pengujian Sinar-X. Maka bermula dari Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Alat Kesehatan serta Laboratorium Proteksi Radiasi dilebur menjadi Laboratorium Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X.
Komite Akreditasi Nasional (KAN) pada tanggal 26 November 2011 telah menetapkan Laboratorium Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X sebagai Laboratorium Penguji dengan menerapkan secara konsisten SNI ISO/IEC 17025:2008 (ISO/IEC 17025:2005) Persyaratan Umum Untuk Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi.
Tujuan uji kesesuaian terhadap Pesawat Sinar-X yaitu menjamin bahwa setiap parameter penyinaran pada pesawat teruji akurasi, linieritas dan kestabilan fungsinya sesuai dengan spesifikasi alat dan bila terjadi penyimpangan harus berada dalam nilai batas toleransi yang disepakati. Dasar uji kesesuaian ini merujuk pada PERATURAN KEPALA BAPETEN Nomor 9 Tahun 2011, tentang Uji Kesesuaian Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional. Dasar Hukun Peraturan dan Perundangan tentang Pengujian dan Kalibrasi:
1.      Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2.      Undang-undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3.      Undang-undang No.10 Tahun 1997 tentang KETENAGANUKLIRAN
Berikut peralatan dan fasilitas yang mampu diuji oleh Lab Uji Kesesuaian Sinar-X BPFK Jakarta:
1. X-ray General Purpose
2. X-ray Mobile
3. X-ray Dental
4. X-ray Dental Panoramik
5. CT-Scan

6. Mammografi
7. Angiografi
8. Fluoroskopi C-Arm
9. Fluoroskopi
10. Bone Densitometri





TINJAUAN PUSTAKA

Radiologi merupakan ilmu kedokteran yang digunakan untuk melihat bagian tubuh manusia yang menggunakan pancaran atau radiasi gelombang elektromagnetik maupun gelombang mekanik (Patel, 2005).
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan menyatakan, dalam pelayanan radiologi diagnostik memiliki tiga jenis. Tiga pelayanan radiologi diagnostik meliputi, Pelayanan Radiodiagnostik, Pelayanan Pencitraan Diagnostik, dan Pelayanan Radiologi Intervensional.
Radiologi intervensional merupakan cabang radiologi yang berhubungan dengan penggunaan pesawat sinar-X untuk menempatkan kabel, tabung, atau instrumen lain di dalam tubuh pasien untuk mendiagnosa atau mengobati berbagai kondisi, serta dengan berbagai posisi pemeriksaan sehingga keberadaan pemeriksa harus selalu didekat pasien untuk memandu secara langsung (real time) jalannya pesawat. Adapun pesawat yang digunakan adalah Fluoroskopi, Fluoroskopi Fluoroskopi C-Arm, Computed Thomography (CT) dan angiografi.

Sinar-X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang radio, panas, cahaya, dan sinar ultraviolet, tetapi dengan panjang gelombang yang sangat pendek yaitu 1/10.000 dari panjang gelombang cahaya yang terlihat. Karena panjang gelombang yang pendek itu, maka sinar-X mampu menembus benda-benda termasuk tubuh manusia.

Sinar-X dihasilkan dari tabung sinar-X hampa udara, dimana didalamnya terdapat dua elemen yaitu anoda dan katoda. Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik yang mempunyai energi tinggi, sehingga dapat menembus zat padat yang dilaluinya.

Sinar-X di bangkitkan dengan jalan menembaki target logam dengan elektron cepat dalam suatu tabung vacum. Elektron di hasilkan dari pemanasan filamen yang juga berfungsi sebagai katoda, ada saat arus listrik dari sumber dihidupkan, filamen akan mengalami pemanasan sehingga kelihatan menyala. Dalam kondisi tersebut filamen akan mengeluarkan elektron. Selanjutnya antara katoda dan anoda diberi beda potensial yang tinggi dengan orde kilo volt, sehingga mempunyai kecepatan dan energi kinetik yang tinggi bergerak dengan capat menuju ke anoda. Terjadilah tumbukan tak kenyal sempurna antara elektron dan anoda. Pada peristiwa tumbukan tersebut terjadilah pancaran sinar-X dari permukaan anoda.
Pemeriksaan dengan Pesawat sinar-X dapat digunakan sebagai alat diagnosa. Sebagai alat untuk pemeriksa pasien pesawat sinar-X perlu diatur dalam menghasilkan sinar-X. Untuk itu ada tiga parameter yang harus diatur yaitu tegangan tinggi (kV), Arus (mA) dan waktu expose (S).

Fluoroskopi adalah cara pemeriksaan yang menggunakan sifat tembus sinar rontgen dan suatu tabir yang bersifat luminisensi bila terkena sinar tersebut. Fluoroskopi terutama diperlukan untuk menyelidiki fungsi serta pergerakan suatu organ atau sistem tubuh seperti dinamika alat peredaran darah, misalnya jantung, dan pembuluh darah besar, serta pernafasan berupa pergerakan diafragma dan aerasi paru-paru. (Sjahriar Rasad, 1998)



Pada saat pemeriksaan fluoroskopi berlangsung, berkas cahaya sinar-X primer menembus tubuh pasien menuju input screen yang berada dalam Image Intensifier Tube yaitu sebuah tabung hampa udara  yang terdiri dari sebuah katoda dan anoda. Input screen yang berada  pada Image Intensifier adalah layar yang menyerap foton sinar-X dan mengubahnya menjadi berkas cahaya tampak, yang kemudian akan ditangkap oleh PMT (Photo Multiplier Tube). PMT terdiri dari photokatoda, focusing elektroda, dan anoda dan output phospor. Cahaya tampak yang diserap oleh photokatoda pada PMT akan dirubah menjadi elektron, kemudian dengan adanya focusing elektroda electron - elektron negatif dari photokatoda difokuskan dan dipercepat menuju dioda pertama.
Kemudian elektron akan menumbuk dioda pertama dan dalam proses tumbukan akan menghasilkan elektron-elektron lain. Elektron-elektron yang telah diperbanyak jumlahnya yang keluar dari dioda pertama akan dipercepat menuju dioda kedua sehingga akan menghasilkan elektron yang lebih banyak lagi, demikian seterusnya sampai dioda yang terakhir. Setelah itu elektron-elektron tersebut diakselerasikan secara cepat ke anoda karena adanya beda potensial yang kemudian nantinya elektron tersebut dirubah menjadi sinyal listrik.
Sinyal listrik akan diteruskan ke amplifier kemudian akan diperkuat dan diperbanyak jumlahnya. Setelah sinyal-sinyal listrik ini diperkuat maka akan diteruskan menuju ke ADC (Analog to Digital Converter). Pada ADC sinyal-sinyal listrik ini akan diubah menjadi data digital yang akan ditampilkan pada tv monitor berupa gambaran hasil fluoroskopi.
Adapun alat fluoroskopi modern sekarang ini terdiri dari tube sinar-X fluoroskopi dan penerima gambar (Image Receptor) yang berada pada alat Fluoroskopi C-Arm (Alat yang berbentuk seperti huruf C) agar tetap pada posisi yang tegak lurus walupun keduanya bergerak atau berotasi.
3.4.       Fluoroskopi C-Arm


Fluoroskopi C-Arm adalah pesawat sinar-X yang memiliki tabir atau lembar penguat fluorosensi yang dilengkapi dengan system video yang dapat mencitrakan objek secara kontinu (BAPETEN, 2015). Berfungsi untuk menunjang proses pelayanan medis pada penanganan penyakit organ dalam, tulang, dan tindakan operasi hal ini merupakan keunggulan teknologi fluoroskopi C-Arm , dengan menggunakan alat tersebut letak benda atau objek pemeriksaan yang berada didalam tubuh dengan mudah dapat dideteksi, bahkan dapat dilihat secara real time. Selain itu pesawat Fluoroskopi C-Arm ini mampu menampilkan objek secara tiga dimensi, sehingga dapat meminimalisir kesalahan dalam memprediksi letak objek, diagnose dan tindakan medis lainnya.

3.5.        Tabung Sinar-X dan Generator
Tabung sinar-X fluoroskopi dirancang untuk dapat mengeluarkan sinar-X lebih lama dari pada tube diagnostik konvensional dengan mA yang jauh lebih kecil. Dimana tipe tube diagnostik konvensional memiliki range mA antara 50-1200 mA sedangkan range mA pada tube sinar-X fluoroskopi antara 0,5-5,0 mA. Sebuah Intensification Tube (talang penguat) dirancang untuk menambah kecerahan gambar secara elektronik. Pencerah gambar modern sekarang ini mampu mencerahkan gambar hingga 500-8000 kali lipat.
Generator sinar-X pada fluoroskopi unit menggunakan tiga fase atau high frequency units, untuk efisiensi maksimum fluoroskopi unit dilengkapi dengan cine fluorography yang memiliki waktu eksposi yang sangat cepat, berkisar antara 5/6 ms untuk pengambilan gambar sebanyak 48 gambar/detik. Maka dari itu generator tabung sinar-X biasanya merupakan tabung berkapasitas tinggi (paling tidak 500.000 heat unit) dibandingkan dengan tabung sinar-X radiografi biasa (300.000 heat units).

3.6.       Image Intensifier (II)

Semua sistem fluoroskopi menggunakan Image Intensifier yang menghasilkan gambar selama fluoroskopi dengan mengkonversi low intensity full size image ke high-intensity minified image. Image Intisifier adalah alat yang berupa detektor dan PMT (di dalamnya terdapat photocatoda, focusing electroda, dinode, dan output phospor).

Gambar 5. Bagian Image Intensifier (Vidya, 2013)

Sehingga memungkinkan untuk melakukan fluoroskopi dalam kamar dengan keadaan terang dan tanpa perlu adaptasi gelap. Image Intisifier terdiri dari:
1.      Detektor, terbuat dari crystals iodide (CsI) yang mempunyai sifat memendarkan cahaya apabila terkena radiasi sinar-X. Absorpsi dari detektor sebesar 60% dari radiasi sinar-X.
2.      PMT (Photo Multiplier Tube). Terdiri Dari :
a.       Photokatoda. Terletak setelah input phospor. Memiliki fungsi untuk merubah cahaya tampak yang diserap dari input phospor menjadi berkas elektron.
b.      Focusing Electroda. Elektroda dalam focus Image intensifier meneruskan elektron-elektron negatif dari photochatode ke output phospor.
c.       Anode dan Output Phospor. Elektron dari photochatode diakselerasikan secara cepat ke anoda karena adanya beda tegangan serta merubah berkas elektron tadi menjadi sinyal listrik.
d.      Photomultiplier Tube (PMT).  Terdiri dari photocathode dan beberapa buah anode (tidak seperti pada phototube yang hanya terdiri dari satu buah anode) yang disusun secara seri (disebut dynode).

Dosimetri merupakan kegiatan pengukuran dosis radiasi dengan teknik pegukuran didasarkan pada pengukuran ionisasi yang disebabkan oleh radiasi dalam gas, terutama udara. Dalam proteksi radiasi, metode pengukuran dosis radasi ini dikenal degan sebutan dosimetri radiasi. Selama perkembangannya, besaran yang dipakai dalam pengukuran jumlah radiasi selalu didasarkan pada jumlah ion yang terbentuk dalam keadaan tertentu atau pada jumlah energi radiasi yang diserahkan kepada bahan.
Sama halnya dengan besaran-besaran fisika lainnya, radiasi juga mempunyai ukuran atau satuan untuk menunjukkan besarnya pancaran radiasi dari suatu sumber, atau menunjukkan banyaknya dosis radiasi yang diberikan atau diterima oleh suatu medium yang terkena radiasi. Radasi mempunyai satuan karena radiasi itu membawa atau mentransfer energi dari sumber radiasi yang diteruskan kepada medium yang menerima radiasi.
Ada beberapa besaran dan satuan dasar yang berhubungan dengan radiasi pengion disesuaikan dengan kriteria penggunaannya. Berikut ini akan dibahas besaran-besaran dan satuan-satuan dasar dalam dosimetri radiasi.
a.     Dosis Serap
Untuk mengetahui jumlah energi yang diserap oleh medium digunakan besaran dosis serap. Dosis serap didifinisikan sebagai jumlah energi yang diserahkan oleh radiasi atau banyaknya energi yang diserap oleh bahan persatuan massa bahan itu. Secara matematis, dosis serap (D) dirumuskan dengan:
                                           D =                                                      (3.2) 
Dengan dosis dE adalah energi yang diserap oleh medium bermassa dm. Satuan D adalah joule per kilogram (J/Kg) dan satuan dE dalam Joule (J) serta dm dalam Gray dan disingkat Gy. Dengan 1 Gy setara dengan 1 J/Kg. Dalam proteksi radiasi, dosis serap merupakan besaran dasar. Turunan dosis serap terhadap waktu disebut laju dosis serap dan dirumuskan dengan persamaan:
D =                                                      (3.3)
Laju dosis serap merupakan besarnya dosis serap per satuan waktu. Laju dosis dipengaruhi oleh jarak antara sumber radiasi dengan tempat pengukuran radiasi. Dalam SI, laju dosis serap dinyatakan dalam Gy.s-1
b.    Paparan Radiasi
Paparan merupakan besaran untuk menyatakan intensitas sinar-X yang dapat menghasilkan ionisasi di udara dalam jumlah tertentu. Berdasarkan difinisi tersebut, maka paparan (X) dapat dirumuskan dengan :
X =                                                     (3.4)
Dimana dQ adalah jumlah elektron yang timbul sebagai akibat interaksi antara foton dengan atom-atom udara dalam volume udara bermassa dm. dalam satuan internasioanal (SI), satuan paparan adalah Coloumb/Kilogram (C/Kg) yang mana 1 Rontgen = 2.58 x 10-4.
Laju paparan adalah besar paparan persatuan waktu, dan diberi simbol X. Satuan laju paparan dalam SI adalah C/kg.jam dan satuan lama adalah R/jam.
c.     Dosis Ekivalen (H)
Dosis Ekivalen (H) dapat didefinisikan sebagai dosis serap yang diterima oleh tubuh manusia secara keseluruhan dengan memperhatikan kualitas radiasi dalam merusak jaringan tubuh dan faktor metode perhitungan di laboratorium. Jadi, H merupakan hasil kali antara dosis serap (D), faktor kualitas (Q), dan perkalian antara seluruh faktor modifikasi lainnya (N). Seperti diketahui, dosis serap yang sama tetapi berasal dari jenis radiasi yang berbeda akan memberikan efek biologi yang berbeda pada sistem tubuh makhluk hidup. Pengaruh interaksi yang terjadi sepanjang lintasan radiasi di dalam jaringan tubuh yang terkena radiasi terutama berasal dari besaran proses yang disebut alih energi linier (LET, linear energy transfer). Yang paling berperan dalam hal ini adalah peristiwa ionisasi yang terjadi sepanjang lintasan radiasi di dalam materi yang dilaluinya. Dengan demikian daya ionisasi masing-masing jenis radiasi berbeda. Makin besar daya ionisasi, makin tinggi tingkat kerusakan biologi yang ditimbulkannya. Besaran yang merupakan kuantisasi dari sifat tersebut dinamakan faktor kualitas Q. Dengan demikian dosis serap H dapat dituliskan sebagai:
H = D.Q.N                                              (3.5)
Di sini, digunakan Sievert (Sv) untuk satuan dosis ekivalen dalam SI.
1 Sv = 1 J.kg-1
Dalam perumusan di atas, digunakan N yang didefiniskan suatu faktor modifikasi, misalnya pengaruh laju dosis, distribusi zat radioaktif dalam tubuh, dsb. Untuk keperluan Proteksi Radiasi, faktor N tersebut selalu dianggap N=1.
d.    Kerma
Energi foton disampaikan melalui materi terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama energi dipindahkan ke partikel bermuatan sekunder melalui berbagai interaksi foton (efek fotolistrik, hamburan Compton, produksi pasangan). Untuk tahap kedua partikel-partikel bermuatan sekunder mentransfer energi ke media melalui eksitasi atom dan ionisasi. Pada dasarnya kerma mengukur energi kinetik awal dari interaksi primer (efek fotolistrik, hamburan compton, produksi pasangan), pada suatu pengabsorbsi. Ketika foton berinteraksi dengan materi, maka sebagian atau seluruh energinya akan ditransfer kepada partikel yang bermuatan yang ada pada materi tersebut sebagai energi kinetik. Energi tersebut kita kenal dengan KERMA (Kinetic Energy Released In Material). Kerma didefinisika sebagai jumlah energi yang ditransfer dari foton ke suatu medium sebagai energi kinetik partikel bermuatan. Kerma dinyatakan dengan persamaan
K =                                                     (3.6)
Dimana K adalah Kerma, dE, jumlah energi kinetik awal seluruh partikel bermuatan yang dibebaskan per satuan massa dm oleh interaksi partikel tak bermuatan. Satuan untuk kerma adalah joule per kilogram (gray(Gy)), yang sama seperti untuk dosis serap.

Pada dasarnya fluoroskopi digunakan untuk studi dan deteksi dari pergerakan bagian tubuh selama tindakan invasif dengan memposisikan bagian tubuh secara optimal agar didapatkan citra yang lebih baik. Beberapa hal yang mempengaruhi dosis radiasi pada pasien dan personil pelaksana tindakan dengan mode fluoroskopi, diantaranya:
a.              Tegangan tabung (kVp). Hal ini menentukan daya tembus dari berkas sinar-X dan radiasi yang keluar sama dengan kVp. Normal kVp adalah sekitar 70 sampai 80 kVp. Kontras citra akan bertambah besar pada kVp yang lebih rendah tetapi dosis pasien akan meningkat. Jika Automatic Brightness Control (kontrol cahaya otomatis) digunakan, kVp dikontrol secara otomatis.
b.             Kuat arus tabung (mA). Kuat arus tabung adalah jumlah dari emisi radiasi per detik. Peningkatan dari produksi arus seimbang dengan peningkatan radiasi yang keluar, paparan pasien, dan brightness citra. Jika kualitas citra pada monitor TV kurang bagus untuk pasien yang kurus, ini dapat diperbaiki dengan meningkatkan mA. Untuk pasien yang lebih kurus lebih disukai dengan peningkatan kVp, akibatnya akan meningkatkan radiasi yang keluar sehingga membutuhkan pengurangan mA. Untuk pasien yang sangat kurus maka membutuhkan pengaturan peningkatan kVp dan mA.
c.              Waktu penyinaran. Lamanya waktu penyinaran memerlukan kontrol yang tepat. Operator harus memperhatikan lamanya waktu pasien saat terpapar radiasi. Meskipun tergantung pada sejumlah faktor, pasien menerima laju dosis masuk kulit pada 75 kVp dan 1 mA adalah 10 mGy/menit, dan 50 mGy/menit pada 90 kVp dan 3 mA. Waktu penyinaran dan paparan radiasi dapat dikurangi dengan penyinaran yang sedikit mungkin dengan radiasi yang sekecil mungkin dan menggunakan fasilitas perekam citra untuk pemeriksaan citra yang lebih detail.
d.             Kolimasi berkas sinar-X. Pengurangan dosis yang besar dari pasien dan pekerja dapat dicapai dengan menggunakan kolimator untuk mengatur ukuran berkas sinar-X. Ukuran berkas harus disesuaikan dengan kebutuhan visualisasi anatomi. Kualitas citra dapat ditingkatkan dengan mengurangi sejumlah besar hamburan radiasi dari luar bagian yang dituju sampai ke penguat citra. Biasanya diameter penguat citra yang digunakan kecil (sekitar 30 cm). Namun, tidaklah tepat mengkolimasi daerah menjadi lebih kecil.
e.              Geometri. Pasien harus diletakkan pada posisi yang sedekat mungkin dengan penguat citra, begitu juga jarak pasien dengan tabung sinar-X. Keuntungannya adalah pengurangan dosis masuk kulit untuk pasien, dan magnifikasi dan distorsi geometri rendah. Ketebalan pasien juga mempengaruhi dosis. Laju dosis dan dosis akumulasi akan lebih besar untuk pasien yang lebih besar dan bagian tubuh yang tebal. Pasien yang lebih besar membutuhkan radiasi sampai 10 kali lipat untuk kualitas citra yang lebih bagus dibandingkan dengan pasien yang lebih kurus.
f.               Hamburan radiasi. Hamburan merupakan bagian dari berkas sinar-X terhambur dari pasien dan dapat mencapai operator, pada umumnya semakin banyak radiasi yang diterima pasien maka semakin banyak pula radiasi yang diterima oleh operator. Hamburan berkurang dengan cepat sebagaimana jarak dari pasien yang meningkat. Hal ini sangat penting untuk dicatat bahwa tingkat tertinggi dari hamburan datang dari sisi pasien yang berhadapan dengan tabung sinar-X, dimana intensitas berkas sinar-X akan besar, dan terdapat hamburan yang kecil dari sisi pasien yang berhadapan dengan penguat citra. Tabung sinar-X secara ideal berada di bawah pasien.

Citra medis pada dasarnya adalah suatu teknik atau proses penggambaran bagian-bagian organ tubuh manusia dengan tujuan untuk mengetahui kerusakan yang terdapat pada organ tubuh tersebut akibat dari aktivitas bakteri dan virus. Caranya dengan menggunakan kompresi data yang memiliki fleksibilitas tinggi sehingga dapat menampilkan gambar organ tubuh manusia secara efisien yang dapat dilihat oleh indera penglihatan tanpa menggunakan alat bantu apapun.
Sinar dengan daya tembus yang pertama kali dimanfaatkan adalah sinar-X. Disiplin ini dikenal sebagai radiologi. Metode ini menggunakan sumber sinar-X berupa titik dan detektor yang digunakan adalah selembar film negatif. Dampak sinar-X adalah menghitamkan film negatif tadi, yang berbanding lurus dengan intensitasnya. Oleh karena itu, benda-benda yang menyerap sinar lebih banyak (lebih rapat) akan ditampilkan dalam film negative dengan warna yang lebih terang daripada benda-benda yang menyerap sinar lebih sedikit. Sebagai contoh, warna tulang akan ditampilkan lebih terang dibandingkan dengan warna kulit. Akan tetapi tidak sedikit citra yang dihasilkan oleh sebuah pesawat sinar-X dapat dianalisis atau didiagnosa dengan akurat, hal tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu usia pesawat yang menyebabkan sebagian komponen tidak berjalan atau berfungsi dengan baik. Untuk mengetahui bahwa citra yang diasilkan layak atau tidak diperlukan suatu pengkajian kualitas citra.
Pada uji kesesuaian pesawat sinar-X Fluoroskopi C-Arm terdapat beberapa pengukuran yang menjadi acuan dasar untuk mengetahui kualitas citra yang dihasilkan, diantaranya:
a.       Kesesuaian Area Berkas Sinar-X dengan Area Monitor
Berhubung dengan karakteristik pesawat fluoroskopi yang bersifat real time maka pengukuran ini sangat penting dilakukan  karena pengukuran ini bertujuan untuk memastikan area berkas sinar-X tidak melebihi ukuran diameter II yang dipakai sehingga dapat digunakan secara maksimal untuk pencitraan di area monitor, mengingat proses pemeriksaan pasien yang memerlukan tindakan harus cepat dan akurat. Adapun pengujian terdiri dari pengukuran Area Efektif/ Citra Monitor  (AEM) dan Area berkas sinar-X (ASX)
b.      Laju dosis Input Image Intesifier
Hal ini bertujuan untuk memastikan dosis input ke permukaan image intensifier tidak melewati batas maksimal untuk menghasilkan kualitas citra yang layak. Nilai lolos uji pada pengukuran laju dosis input image intesifier tergantung pada diameter tabung II yang digunakan.

Kualitas citra dapat diukur melalui parameter-parameter kualitas citra diantaranya:
a.       Resolusi Spasial
Resolusi spasial ialah ukuran terkecil objek yang dapat direkam oleh suatu sistem sensor. Dengan kata lain maka resolusi spasial mencerminkan kerincian informasi yang dapat disajikan oleh suatu sistem sensor. Ada dua cara menyatakan resolusi spasial, yakni: resolusi citra dan resolusi medan. Resolusi citra (image resolution) dapat diartikan sebagai kualitas lensa yang dinyatakan dengan jumlah maksimum garis pada tiap milimeter yang masih dapat dipisahkan pada citra. Misal tiap garis tebalnya 0,01 mm. Ruang pemisah antara tiap garis juga sebesar 0,01 mm. Berarti tiap garis menempati ruang selebar 0,02 mm atau pada tiap mm ada 50 garis. Dalam contoh ini berarti resolusi citranya sebesar 50 garis/mm. Secara teoritik maka resolusi citra yang terbaik 1.430 garis/mm. Resolusi Medan (ground resolution) ialah ukuran terkecil obyek di medan yang dapat direkam pada data digital maupun pada citra. Pada data digital resolusi medan dinyatakan dengan pixel. Semakin kecil ukuran terkecil yang dapat direkam oleh suatu sistem sensor, berarti sensor itu semakin baik karena dapat menyajikan data dan informasi yang semakin rinci. Resolusi spasial yang baik dikatakan resolusi tinggi atau halus, sedang yang kurang baik berupa resolusi kasar atau rendah
b.      Sensitivitas Kontras Rendah 
Sensitivitas kontras rendah digunakan untuk menilai dan melihat sejauh mana objek dengan kontras rendah dapat dilihat dalam gambar. Dengan kata lain merupakan kemampuan dari suatu sistem penggambaran untuk mempertunjukkan perubahan kecil di dalam kontras jaringan.

Uji Kesesuaian (Compliance Testing) adalah uji untuk memastikan bahwa Pesawat Sinar-X memenuhi persyaratan keselamatan radiasi dan memberikan informasi diagnosis atau pelaksanaan radiologi yang tepat dan akurat. Uji kesesuaian pesawat radiologi intervensional dilakukan  berdasarkan standar Perka Bapeten nomor 9 tahun 2012 dan NSW EPA Guidelines untuk sistem fluoroskopi. Pengujian fluoroskopi meliputi uji kolimasi, generator dan tabung sinar-X, dosimetri dan kualitas citra.
Dengan dilakukan uji kesesuaian pada pesawat sinar-X Fluoroskopi C-Arm. Didapatkan beberapa data untuk mengetahui parameter citra dan dosis yang dihasilkan. Maka dijadikanlah parameter tersebut sebagai acuan untuk mengetahui kulitas citra dan dosis yang dihasilkan.
Adapun dasar uji kesesuaian di BPFK Jakarta merujuk pada PERATURAN KEPALA BAPETEN Nomor 9 Tahun 2011, tentang Uji Kesesuaian Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional. 

Tabel 1. Data Uji Teknis Mode Fluoroskopi (BAPETEN, 2011)
No.
Jenis Pengujian
BAPETEN
 (Nilai Lolos Uji)
1.       
Kolimasi Berkas Sinar-X
a.       Selisih tepi lapangan berkas sinar-x
dengan tepi lapangan permukaan II
maksimum(Δ), SID maksimum
b.      Selisih lapangan kolimasi dengan berkas sinar-x (Δ), SID maksimum
c.       Jarak pusat citra di monitor dengan pusat II (Δ), SID maksimum

Δ < ±1 % SID


Δ ≤ 10 % SID


Δ < 1 % SID

2.       
Generator dan Tabung Sinar-X
a.       Akurasi tegangan
b.      Waktu penyinaran fluoroskopik maks.
c.       Linearitas keluraran radiasi
d.      Kualitas berkas sinar-X (HVL)
e.       Kebocoran wadah tabung

≤ ± 10 %
tmaks ≤ 5 menit


CL ≤ 0,1
HVL ≥ 2,3 mmAl (80 kVp)
L ≤ 1 mGy dlm 1 jam
3.       
Informasi Dosis Pasien
Mode dosis normal:
a.       Laju dosis tipikal pasien (_tipikal)
Mode dosis tinggi:
a.       Laju dosis maks. di udara (_maks)


_tipikal ≤ 15 mGy/mnt
_maks ≤ 150 mGy/mnt
4.       
Sistem Pencitraan Fluoroskopi
a.       Selisih area sinar-X dgn display (Δ)
b.      Laju dosis input II (semua diameter
-       11 cm ≤ diameter < 14 cm
-       14 cm ≤ diameter < 23 cm
-       23 cm ≤ diameter
c.       Kualitas citra.
-       batas kontras rendah
-       kontras rendah terdeteksi
-       resolusi spasial

Δ.≤ … % SID (spek)

Laju dosis ≤ 120
Laju dosis ≤ 80 μGy/mnt
Laju dosis ≤ 60 μGy/mnt

resolusi kontras ≤ 5%
resolusi kontras ≤ 1 mm
resolusi spasial ≤ ...




BAB IV

METODOLOGI

4.1.             Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Kerja Mandiri Terpantau (KMT) dilaksanakan di Lab Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Jakarta mulai tanggal 18 Juli s/d 16 Agustus 2016. Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X Fluoroskopi C-Arm dilaksanakan pada hari Rabu, 10 Agustus 2016 di RSUP Fatmawati Jakarta Selatan.

Alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan uji kualitas citra dan dosis pada pesawat sinar-X fluoroskopi C-Arm adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Alat dan bahan pengujian pesawat sinar-X Fluoroskopi C-Arm
No.
Alat dan Bahan
Spesifikasi
1.       
Pesawat Sinar-X Fluoroskopi C-Arm
·      Merk/Pabrikan     : HITACHI/JAPAN
·      Model/Type         : H7228
·      No. seri                : SX12807503
·      Tahun produksi   : 2007
2.       

 




Surveymeter
·      Merk/Pabrikan     : Termo Eberline
·      No. seri                : 025364
·      Kalibrasi s.d        : 30 Juli 2017
·      Fungsi                  : untuk mengukur laju dosis input II dan laju dosis pasien tipikal, dll
3.       



 






Multimeter
·      Merk/Pabrikan     : RTI
·      Model/Type         : Piranha 657
·      No. Seri               : CB2-11100043
·      Kalibrasi s.d        : 26 Agustus 2017
·      Fungsi                  : untuk uji akurasi  tegangan, reproduksibilitas, mengukur uji laju dosis maksimum di udara dan laju dosis pasien tipikal, dll
4.       





Tor ABC
·      Fungsi      : untuk mengukur area efektif citra monitor
5.       

 







Phantom Cirs
·      Merk/Pabrikan     : CIRS
·      Model/Type         : 903
·      Fungsi                  : untuk uji kualitas citra
6.       

 







Fantom Tipikal 20 cm
·      Fungsi                  : untuk uji laju dosis ekivalen pasien.
·      Ketebalan satuan : 2cm



7.       

 









Kaset sinar-X
·         Ukuran    : 40 cm x 40 cm
·         Fungsi     : untuk menegetahui nilai Area Efektif/Citra Monitor (AEM)  
8.       



Plat Cu 2 mm
·      Ukuran    : 15 cm x 15 cm
·      Fungsi      : untuk uji laju dosis input II


9.       







Plat Pb
·      Ukuran    : 15 cm x 25 cm
·      Fungsi      : untuk uji laju dosis maksimum di udara.
10.   

 







Meteran
·      Merk/Pabrikan     : Lafuma
·      No. seri                : E-1
·      Kalibrasi s.d        : 09 Okotober 2016
·      Fungsi                  : untuk mengukur jarak SID, SSD.
11.   





Laptop
·      Merk/Pabrikan     : Asus
·      Fungsi                  : untuk membaca data dari multimeter



12.   
Software – Ocean 2014 Profesional  
·      Fungsi                  : Sebagai fasilitas pendukung dari multimeter.



 


















Pengujian kualitas citra dan dosis radiasi pada pesawat sinar-X Fluoroskopi C-Arm merupakan rincian dari proses uji kesesuaian pada pesawat tersebut. Hal yang pertama dilakukan adalah persiapan alat dan bahan, kemudian dilakukan  uji dosis dan citra terdiri dari pengukuran kesesuaian area berkas sinar-X dengan area citra monitor, laju dosis input Image Intensifier, pengukuran kualitas citra, kemudian pengukuran laju dosis maksimum di udara (tanpa fantom) dan laju dosis pasien tipikal.

1.             Posisikan tabung sinar-X diatas, dan tabung II dibawah. Kemudian ukur jarak fokus sinar-X ke tabung II atau SID (Source to Image Distance).
2.             Objek geometri (TOR ABC) diletakkan diatas tabung II dengan posisi menutupi seluruh permukaan II.
3.             Kemudian dilakukan ekspos fluoroskopi.
4.             Diukur dimensi citra objek di monitor berdasarkan jumlah grid yang nampak.
5.             Selanjutnya kaset diletakkan diatas tabung II, dengan posisi dibawah objek geometri
6.             Diukur kembali jarak SOD (Source Objek Distance ) dan Source Film Distance (SFD).
7.             Kemudian dilakukan eksposi fluoroskopi.
8.             Diukur kembali dimensi citra objek di monitor berdasarkan jumlah grid yang nampak.
9.             Dihitung diameter citra di monitor terkoreksi dengan cara mengkalikan faktor magnifikasinya.
10.         Kemudian dicatat hasil dari perhitungan untuk ASX (Area Berkas Sinar-X)  dan AEM (Area Efektif / Citra Monitor)

1.             Plat Cu dengan tebal 2 mm diletakkan di atas tabung sinar-X. (Posisi tabung sinar-X dibawah)
2.             Dicatat Jarak SID dan faktor koreksi grid.
3.             Multimeter diletakkan pada permukaan II, (dengan alat bantu perekat)
4.             Ekspose dilakukan dengan mode fluoroskopi.
5.             Didapatkan nilai dosis maksimum, dan dicatat.

1.             Diukur jarak fokus sinar-X ke tabung II atau SID (Source to Image Distance).
2.             Fantom CIRS (sebagai parameter kualitas citra dengan resolusi tinggi dan rendah) diletakkan diatas permukaan tabung II
3.             Lakukan Ekspose dengan mode auto.
4.             Lihat nilai kVp dan mA, kemudian catat di lembar kerja.
5.             Lakukan pengamatan terhadap hasil citra objek yang tampil pada layar monitor.
6.             Cetak gambar yang tampak di monitor, kemudian print, jika tidak tersedia ambil foto monitor.
7.             Catat nilai hasil uji High Contras Resolution (HCR) dan Low Contras Resoluition (LCR) pada lembar kerja.

1.             Letakkan Pb 2 mm diatas meja pasien (Posisi tabung sinar-X di bawah)
2.             Multimeter (piranha) diletakkan diatas Pb 2 mm dengan jarak dari multimeter ke tabung sinar-X sebesar 30 cm.
3.             Faktor Ekspose ditentukan, dengan 100 kVp  dan 3 mA
4.             Lihat nilai dosis maksimum pada laptop, kemudian catat di lembar kerja.

1.             Letakkan fantom equivalen patient diatas tabung sinar-X
2.             Multimeter diletakkan diatas fantom
3.             Lakukan ekspose auto.
4.             Catat nilai laju dosis, kV dan mA yang terukur.



HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan uji kesesuaian pada pesawat sinar-X Fluoroskopi C-Arm pada tanggal 09 Agustus 2016 di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, pada pelaksanaan Kerja Mandiri Terpantau di Balai Pengamanan Fasilitas (BPFK) Jakarta, di dapatkan hasil data uji kualitas citra dan dosis radiasi, sebagai berikut.
·         No Izin Pesawat        : 025421.X.XXX.XXXXX
·         Pemegang Izin          : dr. A
·         Alamat                      : Jln. RS. Fatmawati Jakarta Selatan 12430
                                     DKI JAKARTA
·         No. Telp                    : (021) 7501524
·         Lokasi Unit               : Ruang Fasmed

1.      Generator dan panel control
·         Merk/Pabrikan                : HITACHI/JAPAN
·         Model/Type                    : DHF-105CX-9BH
·         No. seri                           : SX 10616706
·         Tipe Generator               : Medium/HF
·         Alarm Ekspose               : Audio dan Visual
·         Tombol penyinaran        : Kabel
·         Rating mode Fluoros      : 110 Kv, 3 Ma
·         Rating mode Radiografi : 110 Kv, 80 mAs
·         Tahun produksi              : 2007

2.      Wadah Tabung
·         Merk/Pabrikan                : HITACHI/JAPAN
·         Model/Type                    : M-4LC-32
·         No. seri                           :  -
·         Filter Bawaan                : 2 mmAL
·         Penanda Fokus               : ada

3.      Tabung Insersi                                 
·         Merk/Pabrikan                : HITACHI/JAPAN
·         Model/Type                    : H7228
·         No. seri                           : SX12807503
·         Ukuran focal Spot          : Kecil 0.5 m
                                         Besar 1.2 mm

4.      Image Intensifier
·         Merk/Pabrikan                : HITACHI/JAPAN
·         Model/Type                    : IS – 964 M
·         Ukuran Lap.                   : 28.6 x 33.7
·         Grid                                : Ada
·         Rasio Grid                      : 6/1
·         Fokus grid                      : 90 cm
·         Resolusi Grid                 : 34 line/cm

1.        Kesesuaian Area Berkas Sinar-X dengan Area Monitor
Uji kesesuaian area berkas sinar-X dengan area monitor bertujuan untuk memastikan area berkas sinar-X terpakai secara maksimal untuk pencitraan di monitor. Pengujian ini dilakukan pada nilai Source to Image Distance atau SID sepanjang 90 cm. Dengan nilai Source Objek Distance (SOD) dan Source Film Distance (SFD) 88 cm dan 89,5 cm. Didapatkan nilai Area Efektif / Citra Monitor (AEM) dan nilai Area Berkas Sinar-X (ASX) seperti yang tertulis pada tabel dibawah ini. (Tabel 3).

Tabel 3. Data uji kesesuaian area berkas sinar-X dengan area monitor
Diameter tabung II
Area Efektif Monitor (AEM)
 (cm)
Area Berkas Sinar-X (ASX)
(cm)
Nilai Lolos Uji
23
18,41
20,61

Δ ≤ 1 % SID


2.        Laju Dosis Input Image intensifier (II)
Uji Laju dosis Input II dilakukan dengan meletakkan multimeter pada permukaan tabung II, kemudian diletakkan plat Cu 2 mm diatas tabung Sinar-X. Pengukuran ini bertujuan untuk memastikan dosis input permukaan II tidak melewati batas maksimal untuk menghasilkan kualitas citra yang layak. Hasil data pengujian laju dosis input II dapat dilihat pada tabel dibawah ini. (Tabel 3)
Tabel 4. Data Laju Dosis Input Image intensifier (II)
Mode fluoroskopi
Tebal Cu
(mm)
Ukuran II (cm)
kVp
(auto)
mA
(auto)
Max Dose
µGy/min
Nilai lolos Uji µGy/min
Normal
2
23
76
0,7
35,44
120 : (11 ≤ II < 14)
80 : (14 ≤ II < 23)
60 : (II ≥ 23)

3.        Kualitas Citra
Uji kualitas Citra bertujuan untuk menentukan baseline kontras rendah dan tinggi pada pesawat fluoroskopi dan memastikan kualitas citra pada pesawat fluoroskopi masih layak untuk pasien. Pengujian ini dilakukan dengan meletakkan Fantom CIRS diatas permukaan tabung II, Kemudian didapat nilai High Contras Resolution (HCR Low Contras Resolution (LCR) seperti pada table dibawah. (Tabel 4)

Tabel 5. Data Uji Kualitas Citra

 



Mode fluoroskopi
Ukuran II (cm)
kVp (auto)
mA (auto)
HCR
LCR
Toleransi
HCR
LCR
Normal
23
43
0.5
F
9
II ≤ 25 :  ≥ 12 lp/cm
≤ 1,0 mm

4.        Laju Dosis Maksimum di Udara (Tanpa Fantom)
Pengukuran pada laju dosis maksimum di udara menggunakan plat Pb yang diletakkan di atas meja pasien (posisi tabung sinar-X dibawah) multimeter diletakkan diatas Pb 2 mm dengan jarak dari multimeter ke tabung sinar-X sepanjang 30 cm. Faktor ekpose ditentukan dengan 100 kVp dan 3 mA. Data hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 6. Data Laju Dosis Maksimum di Udara (Tanpa Phantom)
Mode fluoroskopi
Ukuran II (cm)
kVp
mA
Maks. (mGy/min)
Nilai lolos uji (mGy/min)
Auto/normal
23
100
3
22.351
Manual ≤ 50
Auto (normal) ≤  100
Auto ≤  150

5.        Laju Dosis Pasien Tipikal Menggunakan Fantom Equivalent Patient

Pada pengukuran laju dosis tipikal digunakan fantom ekuivalen sebagai penerima dosis dengan tebal 20 cm, yang terdiri dari 10 keping fantom dengan tebal masing-masing 2 cm. Pengukuran ini bertujuan untuk memastikan laju dosis pasien fluoroskopi tidak terlampaui baik untuk pasien normal maupun untuk tebal pasien maksimum. Data hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel.

Tabel 7. Laju Dosis Pasien Tipikal Menggunakan Phantom Equivalent Pasien

Mode fluoro
Tebal fantom (cm)
Ukuran II (cm)
kVp
mA
ESD (mGy/Min)
Nilai lolos uji (mGy/Min)
Normal
20
23
89
2,85
11,88
≤ 15


5.2.       Pembahasan
Uji kesesuaian area berkas sinar-X dengan area monitor dilakukan untuk mengetahui nilai deviasi ASX (Area Berkas Sinar-X)  dan AEM (Area Efektif / Citra Monitor) didapatkan nilai masing masing 18,41 cm dan 20,61 cm. Dengan  SID (Source Image Distance) sebesar 90 cm dan nilai SOD (Source Object Distance) sebesar 88 cm. Pengujian terhadap kesesuaian area berkas sinar-X dengan area monitor memiliki nilai ambang batas ∆ ≤ 1% SID. Setelah dilakukan pengolahan data maka didapatkan selisih nilai ASX terkoreksi terhadap ukuran II sebesar -2,2 cm. Angka tersebut menunjukkan bahwa area berkas sinar-X melebihi area citra monitor. Uji kesesuaian area berkas sinar-X dengan area citra monitor dinyatakan tidak lulus. Berikut citra yang dihasilkan dari pengukuran Area Efektif Monitor atau AEM.
 










Gambar 7. Area Efektif Monitor pesawat Fluoroskopi C-Arm

Pengukuran laju dosis input II bertujuan untuk memastikan bahwa dosis input pada permukaan II tidak melewati batas maksimal untuk menghasilkan kualitas citra yang layak. Dosis maksimal yang dihasilkan sebesar 35,44 . Adapun nilai ambang batas yang dimiliki adalah 60  dengan diameter II ≥ 23. Setelah dilakukan pengolahan data dosis input ke permukaan II tidak melewati batas maksimal. Berikut skema pengukuran di lapangan.


Gambar 8. Pengukuran Uji Laju Dosis Image Intensifier

Tujuan utama dari uji kualitas citra adalah untuk  menentukan baseline kontras tinggi dan rendah, serta memastikan bahwa kualitas citra masih layak untuk pemeriksaan pasien. Komponen parameter yang digunakan pada pengujian ini adalah Fantom CIRS. Pada saat pengukuran kita cukup melihat lingkaran mana saja yang mampu menampakkan kontras maksimal pada layar monitor. Hasil pengukuran seperti gambar dibawah ini.
 









Gambar 9. Hasil uji kualitas citra pesawat Fluoroskopi C-Arm

Setelah diamati dan didapatkan hasil, pengukuran mengacu pada Cirs Guide Book atau panduan untuk membaca fantom CIRS yang telah disepakati. Berikut cara membaca grid dan data yang kesesuaian data yang dimiliki. 

 









Gambar 10. Cirs Guide Book

Tabel 8. Nilai Cirs Guide Book
HIGH CONTRAS MESH
LOW CONTRAS HOLES
Hasil terukur
mm
inch
Hasil terukur
inch
m
A
80
3.14
1
0.068
0.172
B
 12
4.72
2
0.049
0.124
C
16
6.29
3
0.035
0.088
D
 20
7.87
4
0.025
0.063
E
 24
9.44
5
0.018
0.045
F
 30
11.81
6
0.0126
0.032
G
 40
15.74
7
0.0091
0.023
H
 50
19.68
8
0.0063
0.016
I
I60
23.62
9
0.0040
0.010

Dari gambar diatas didapat data hasil pengukuran High Contras Resolution (HCR) lingkaran yang memiliki kontras maksimal hanya sampai pada huruf “F” selanjutnya dapat dilihat pada tabel diatas, huruf tersebut memiliki nilai sebesar 11,81 lp/cm kemudian untuk pengukuran Low Contras Resolution (LCR) terletak pada angka 9 dengan nilai 0.010 mm. Sedangkan ambang batas yang dimiliki untuk LCR adalah ≤ 1,0 mm dan HCR ≥ 12 lp/cm.
Setelah di dilakukan pengolahan data, hasil dari uji kesesuaian citra dinyatakan lulus, karena hasil yang diperoleh masih berada dibawah nilai ambang batas. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas citra adalah nilai tegangan (kVp) dan arus (mA) serta variable jarak seperti SID dan SOD.
1.      Pengaruh Tegangan Tabung Sinar-X (kVp) pada Kualitas Citra
Kualitas citra yang maksimal ditunjukkan dengan nilai kontras yang tinggi, dan hal tersebut akan dihasilkan apabila nilai tegangan tabung (kVp) lebih rendah, pada hal ini terjadi perbandingan terbalik antara nilai tegangan dan kualitas citra.
2.      Pengaruh Kuat Arus Tabung (mA) pada Kualitas Citra
Kuat arus tabung adalah jumlah dari emisi radiasi per detik. Peningkatan dari produksi arus akan berbanding lurus dengan peningkatan kualitas citra. Jika kualitas citra pada monitor kurang bagus untuk pasien yang kurus, maka dapat diperbaiki dengan meningkatkan arus tabung (mA). Berbeda halnya dengan pasien tidak kurus, dibutuhkan pengaturan kembali pada nilai tegangan tabung (kVp) kemudian nilai arus (mA).
3.      Pengaruh Nilai SID dan SOD pada Kualitas Citra
SID atau Source Image Distance merupakan jarak fokus sinar-X ke permukaan tabung II, sedangkan SOD (Source Object Distance) yang berarti menunjukkan jarak antara fokus sinar-X atau sumber radiasi dengan pasien. Untuk menghasilkan citra yang baik adalah menggunakan jarak sedekat mungkin antara objek atau pasien dengan sumber radiasi, namun hal tersebut berhubungan dengan dosis radiasi yang nanti akan diterima, oleh karena itu kita harus mengatur bagaimana cara untuk mengasilkan citra dengan kualitas layak akan tetapi dosis radiasi yang dihasilkan berada pada nilai serendah rendahnya.

Ambang batas toleransi pada laju dosis maksimum di udara untuk pesawat sinar-X Fluoroskopi C-Arm pada mode fluoroskopi normal tidak boleh lebih dari 100 mGy/min. Hasil dari pengujian dapat dilihat pada tabel 6. Untuk dosis yang dihasilkan sebesar 22,351 mGy/min. Dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapat kurang dari nilai ambang batas ketetapan, laju dosis maksimum diudara dinyatakan laik. Prosedur pengukuran tampak seperti gambar dibawah.



Gambar 11.
Pengukuran Laju Dosis Maksimum di Udara (Tanpa Fantom)

Pengukuran laju dosis pasien tipikal didapatkan nilai tegangan sebesar 89  kVp dan arus sebesar 2,85 mA. Nilai Efektif Surface Dose (ESD) atau nilai dosis efektif pada permukaan didapat sebesar  11,881 mGy/min. Sedangkan nilai ambang batas yang dimilki adalah ≤ 15 mGy/min. Dengan itu laju dosis yang dihasilkan terbilang normal dan layak. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi laju dosis pasien pada mode fluoroskopi diantaranya, tegangan tabung (kVp), kuat arus tabung (mA), waktu penyinaran, kolimasi berkas sinar-X dan posisi geometri pasien.
1.      Pengaruh tegangan tabung sinar-X (kVp)  pada laju dosis pasien
Besarnya tegangan tabung sinar-X sangat menentukan daya tembus berkas sinar-X dan radiasi yang dihasilkan akan berbanding lurus dengan nilai tegangan input pada tabung tersebut.
2.      Pengaruh Kuat arus tabung (mA) pada laju dosis pasien
Kuat arus tabung adalah jumlah dari emisi radiasi per detik. Peningkatan dari produksi arus seimbang dengan peningkatan radiasi yang keluar, paparan pasien, dan brightness citra. Jika kualitas citra pada monitor TV kurang bagus untuk pasien yang kurus, ini dapat diperbaiki dengan meningkatkan mA. Untuk pasien yang lebih kurus lebih disukai dengan peningkatan kVp, akibatnya akan meningkatkan radiasi yang keluar sehingga membutuhkan pengurangan mA. Untuk pasien yang sangat kurus maka membutuhkan pengaturan peningkatan kVp dan mA.
3.      Pengaruh pada Waktu penyinaran (S) pada laju dosis pasien
Lamanya waktu penyinaran memerlukan kontrol yang tepat. Operator harus memperhatikan lamanya waktu pasien saat terpapar radiasi. Meskipun tergantung pada sejumlah faktor, pasien menerima laju dosis masuk kulit pada 75 kVp dan 1 mA adalah 10 mGy/menit, dan 50 mGy/menit pada 90 kVp dan 3 mA. Waktu penyinaran dan paparan radiasi dapat dikurangi dengan penyinaran yang sedikit mungkin dengan radiasi yang sekecil mungkin dan menggunakan fasilitas perekam citra untuk pemeriksaan citra yang lebih detail.
4.      Pengaruh kolimasi berkas sinar-X pada laju dosis pasien
Pengurangan dosis yang besar dari pasien dan pekerja dapat dicapai dengan menggunakan kolimator untuk mengatur ukuran berkas sinar-X. Ukuran berkas harus disesuaikan dengan kebutuhan visualisasi anatomi. Kualitas citra dapat ditingkatkan dengan mengurangi sejumlah besar hamburan radiasi dari luar bagian yang dituju sampai ke penguat citra. Biasanya diameter penguat citra yang digunakan kecil (sekitar 30 cm). Namun, tidaklah tepat mengkolimasi daerah menjadi lebih kecil.
5.      Pengaruh posisi geometri pasien pada laju dosis pasien
Pasien harus diletakkan pada posisi yang sedekat mungkin dengan penguat citra, begitu juga jarak pasien dengan tabung sinar-X. Selain itu, ketebalan pasien juga mempengaruhi dosis. Laju dosis dan dosis akumulasi akan lebih besar untuk pasien yang lebih besar dan bagian tubuh yang tebal. Pasien yang lebih besar membutuhkan radiasi sampai 10 kali lipat untuk kualitas citra yang lebih bagus dibandingkan dengan pasien yang lebih kurus. Perlu diingat bahwa bahwa tingkat tertinggi radiasi datang dari sisi pasien yang berhadapan dengan tabung sinar-X, dimana intensitas berkas sinar-X akan besar, dan terdapat radiasi yang kecil dari sisi pasien yang berhadapan dengan penguat citra. Oleh karena itu tabung sinar-X secara ideal adalah berada di bawah pasien.
PENUTUP

1.      Kerja Mandiri Terpantau (KMT) dilakukan di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Jakarta dari tanggal 18 Juli  s/d 16 Agustus 2016. Adapun kegiatan penulisan laporan dilaksanakan secara berkala dari dimulainya kegiatan Kerja Mandiri Terpantau (KMT). Alhamdulillah syarat dari kelulusan mata Kuliah tersebut telah terpenuhi.
2.      Kerja Mandiri Terpantau (KMT) dilaksanakan di Lab Uji Kesesuaian Sinar-X. Penulis melakukan uji kesesuaian pada pesawat sinar-X General Purpose (Radiografi Umum), Dental Panoramic, Dental mobile, Mammografi, CT-Scan, dan Fluoroskopi C-Arm, dan di Lab Pemantauan Dosis Peorangan penulis belajar tentang film badge dan TLD.
3.      Hasil evaluasi pada uji kualitas citra dan dosis radiasi pada pesawat sinar-X Fluoroskopi C-Arm di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati dinyatakan layak dan baik, karena hasil yang didapatkan tidak melebihi nilai ambang batas yang ditentukan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas citra, diantaranya nilai SID dan SOD, tegangan tabung (kVp), dan arus tabung (mA). Sedangkan yang mempengaruhi dosis radiasi diantaranya nilai tegangan tabung (kVp), dan arus tabung (mA), waktu penyinaran (S), kolimasi berkas dan posisi geometri pasien.




Semoga bermanfaat, apabila ada yang ingin ditanyakan bisa langsung kirim email yaa :) thanks..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar