LAPORAN
KERJA
MANDIRI TERPANTAU
EVALUASI
KUALITAS CITRA DAN DOSIS RADIASI PADA
PESAWAT SINAR-X FLUOROSKOPI C-ARM
Balai Pengaman Fasilitas Kesehatan (BPFK) Jakarta
Oleh :
NENDEN TIARA
SUKMAWATI
NIM. 1137030050
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2016
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2016
ABSTRAK
Fluoroskopi C-Arm merupakan salah satu alat
radiologi yang digunakan untuk melihat gambar atau objek dari pasien yang akan
dilihat langsung dengan cara fluoroskopi dengan bantuan layar monitor,
berfungsi untuk menunjang proses pelayanan medis pada penanganan penyakit organ
dalam, tulang, syaraf dsb. Pesawat Fluoroskopi C-Arm termasuk Radiologi Intervensional. Uji kesesuaian bertujuan
untuk memastikan pesawat sinar-X memenuhi persyaratan keselamatan radiasi dan
memberikan informasi diagnosis atau pelaksanaan radiologi yang tepat dan
akurat. Terdapat beberapa parameter untuk memastikan bahwa alat yang uji layak
atau tidak, diantaranya variabel dosis radiasi dan kualitas citra yang
dihasilkan. Pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui kualitas citra adalah
uji kesesuaian berkas sinar-X dengan area citra monitor, laju dosis input II dan uji kualitas citra. Sedangkan
pengukuran untuk kesesuaian dosis radiasi terdiri dari pengukuran laju dosis
maksimum di udara dan laju dosis pasien tipikal menggunakan fantom equivalen.
Setelah di evaluasi, didapatkan selisih nilai deviasi ASX (area Berkas Sinar-X)
sebesar -2,21. Nilai High Citra
Resolution (HCR) sebesar 11,81 inch dan Low
Citra Resolution (LCR) sebesar 0.010 m dan laju dosis maksimal di udara
didapatkan sebesar 22,51 mGy/min
kemudian laju dosis pasien tipikal sebesar 11,88 mGy/min. Secara umum dapat
disimpulkan bahwa kualitas citra dan nilai dosis radiasi yang dihasilkan oleh
pesawat sinar-X fluoroskopi C-Arm
yang dimiliki oleh RSUP Fatmawati masih berada dibawah ambang batas yang
ditentukan.
Kata kunci : Kualitas citra, Dosis
radiasi, Fluoroskopi C-Arm.
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. Struktur
Organisasi BPFK Jakarta....................................................... 5
Gambar
2. Bagian
Utama Pesawat Sinar-X........................................................... 8
Gambar
3. Bagian -
Bagian Pesawat Fluoroskopi................................................. 9
Gambar
4. Pesawat
Sinar-X Fluoroskopi C-Arm................................................. 10
Gambar
5. Bagian
Image Intensifier.................................................................... 11
Gambar
6. Diagram
Alir Pengujian Citra dan Dosis........................................... 24
Gambar
7. Area Efektif Monitor Pesawat Sinar-X Fluoroskopi
C-Arm.............. 32
Gambar
8. Pengukuran Uji Laju Dosis Image Intensifier................................... 33
Gambar
9. Hasil uji kualitas citra pesawat
Fluoroskopi C-Arm.......................... 33
Gambar
10. Cirs Guide Book................................................................................. 35
Gambar 11. Pengukuran Laju Dosis Maksimum di Udara (Tanpa
Fantom)......... 36
DAFTAR TABEL
Tabel
1. Data Uji
Teknis Mode Fluoroskopi ....................................................... 20
Tabel
2. Alat dan
Bahan Pengujian...................................................................... 22
Tabel
3. Data Uji
Kesesuaian Area Berkas dengan Monitor................................ 30
Tabel
4. Data
Laju Dosis Input Image Intensifier................................................ 31
Tabel
5. Data Uji
Kualitas Citra........................................................................... 32
Tabel
6. Data
Laju Dosis Maksimum di Udara.................................................... 32
Tabel
7. Data
Laju Dosis Pasien Tipikal.............................................................. 33
Tabel
8 Nilai Cirs Guide Book............................................................................ 35
BAB I
1.1. Latar Belakang
Radiologi
merupakan ilmu kedokteran yang dimanfaatkan
untuk melihat bagian tubuh manusia yang menggunakan pancaran atau radiasi
gelombang elektromagnetik maupun gelombang mekanik (Patel, 2005). Jika
ditelusuri kembali radiologi menurut teknis pelayanan terbagi dalam beberapa
jenis, salah satunya adalah radiologi
intervensional yakni cabang radiologi yang berhubungan dengan penggunaan
pesawat sinar-X untuk
menempatkan kabel, tabung, atau instrumen lain di dalam tubuh pasien guna mendiagnosa atau
mengobati berbagai kondisi,
serta dengan berbagai posisi pemeriksaan sehingga
keberadaan pemeriksa harus selalu didekat pasien untuk memandu secara langsung
(real time) jalannya pesawat. Hal ini membuktikan bahwa aspek keselamatan bagi
segala komponen yang terlibat diantaranya pekerja radiasi, proteksi dari ruangan, peralatan dan
personal atau perseorangan yang berada di sekitar instalasi radiasi harus benar-benar diperhatikan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah rumah sakit di Indonesia pada
tahun 2015 mencapai 9655 Rumah Sakit dan hanya sekitar 80% yang tercatat oleh Badan Pengawas Tenaga
Nuklir. Sesuai
dengan ketentuan keselamatan radiasi Internasional, BAPETEN telah memberlakukan
ketentuan keselamatan radiasi melalui uji kesesuaian pesawat sinar-X untuk
persyaratan perizinan. Data hasil uji kesesuaian menunjukan terdapat 42%
pesawat sinar-X yang diuji tidak handal, artinya tidak layak untuk digunakan
dan tidak diizinkan untuk dioperasikan.
Berangkat
dari hal tersebut pihak Rumah Sakit ataupun instansi yang memiliki pesawat sinar-X selalu melibatkan pihak ketiga, salah satunya yaitu Balai Pengamanan Fasilitas
Kesehatan (BPFK) yang berperan dalam menjamin
setiap parameter penyinaran pada pesawat teruji akurasi, linieritas dan
kestabilan fungsinya sesuai dengan spesifikasi alat dan bila terjadi
penyimpangan harus berada dalam nilai batas toleransi yang disepakati.
Begitu pula dengan sebuah pesawat sinar-X
Fluoroskopi C-Arm di Rumah Sakit Umum
Pusat (RSUP) Fatmawati, yang beberapa waktu lalu telah diuji kelayakan dan
kualitas segala komponen pesawat dengan beberapa parameter yang telah
ditentukan oleh pihak berwenang, dan penulis mencoba mengevaluasi kualitas
citra dan dosis radiasi yang dihasilkan.
Adapun
tujuan disusunnya laporan ini adalah :
1. Memenuhi
syarat kelulusan mata kuliah Kerja Mandiri Terpantau (KMT) pada semester VI
(enam).
2. Mengetahui
sistem kerja di Lab Uji Kesesuaian Sinar-X Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan
(BPFK) Jakarta.
3. Mengevaluasi kualitas
citra dan dosis radiasi pada pesawat sinar-X Fluoroskopi C-Arm.
Berdasarkan tujuan diatas
maka perumusan masalah untuk laporan ini yaitu, bagaimanakah sistem kerja di
Lab Uji Kesesuaian Sinar-X (Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan) BPFK Jakarta
dan bagaimana hasil evaluasi dari
kualitas citra dan dosis radiasi pada
pesawat sinar-X
Fluoroskopi C-Arm.
Laporan
Kerja Mandiri Terpantau (KMT) ini lebih terfokuskan pada evaluasi kualitas
citra dan dosis radiasi yang dihasilkan
dari pesawat sinar-X
Fluoroskopi C-Arm. Pengukuran
meliputi laju dosis input pada image
intensifier, kualitas citra, laju dosis maksismum di udara (tanpa fantom)
dan laju dosis pasien tipikal menggunakan fantom equivalen pasien.
PROFIL BALAI
PENGAMANAN FASILITAS KESEHATAN (BPFK) JAKARTA
Pada tahun 1975 dibawah naungan Direktorat Instalasi
Kesehatan Dit. Jend. Pelayanan Kesehatan Departemen Kesehatan RI atas bantuan Word
Health Organization (WHO) pelayanan monitoring dosis radiasi perorangan
mulai dilakukan yang pada saat itu bernama Film Badge Service.
Pada tahun 1983 / 1984 terdapat 2 (dua) orang staff
elektro medik, namun pelayanan kalibrasi alat kesehatan masih dilakukan di
Direktorat Instalasi Medik, dan nama Film Badge Service sudah berubah
menjadi Balai Pemeliharaan Peralatan Proteksi Radiasi dan Kalibrasi (BP3K) yang
menjadi embrio dari Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan.
Tahun 1989 / 1990 BP3K menempati gedung di Jl.
Percetakan Negara No. 23A Jakarta Pusat 10570, dengan jumlah pegawai dan
peralatan yang semakin berkembang. Tahun
1993 BP3K berubah nama menjadi Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK)
dengan anggaran yang dikelola sendiri. Pada tanggal 3 Agustus 2000 terbit
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1164/MENKES/SK/VIII/2000 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengamanan
Fasilitas Kesehatan Jakarta, pelayanan kalibrasi alat kesehatan mulai.
dilaksanakan. Pada tanggal 27 April 2007 terbit Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.530/MENKES/PER/IV/2007 tentang Organisasi dan tata Kerja Balai Pengamanan
Fasilitas Kesehatan.
Tahun 2009 Laboratorium Kalibrasi terakreditasi oleh
Komite Akreditasi Nasional (KAN), dan tahun 2010 Laboratorium Pengujian
Pemantauan Dosis Radiasi Perorangan juga terakreditasi Komite Akreditasi
Nasional (KAN). Pada tanggal 22 November 2011 terbit Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.2351/MENKES/PER/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan RI. No.530/MENKES/PER/IV/2007 tentang Organisasi dan tata Kerja Balai
Pengamanan Fasilitas Kesehatan.
Adapun visi Balai Pengamanan
Fasilitas Kesehatan (BPFK) Jakarta, yaitu: “Menjadi Balai Penguji Fasilitas Kesehatan Rujukan Nasional Dengan
Pelayanan Prima”.
Adapun misi Balai Pengamanan Fasilitas
Kesehatan (BPFK) Jakarta, yaitu:
1.
Memberikan
pelayanan pengamanan fasilitas kesehatan melalui pengujian dan kalibrasi dan
proteksi radiasi sesuai dengan standar dan menjangkau seluruh fasyankes di
provinsi-provinsi yang ditetapkan oleh pemerintah.
2.
Membina balai
pengujian fasilitas kesehatan dan institusi penguji fasilitas kesehatan.
3.
Mewujudkan tata
kelola institusi yang bersih, modern dan bertanggungjawab.
1.
Bertindak
profesional dan menjaga mutu hasil pengujian
2.
Menerapkan
praktek pelayanan pengamanan fasilitas kesehatan sesuai dengan standar
pelayanan minimal
3.
Menjamin kepuasan
pada semua pengguna jasa pelayanan fasilitas kesehatan
4.
Menjamin
penerapan kebijakan dan prosedur sistem manajemen mutu
5.
Menerapkan sistem
manajemen mutu sesuai persyaratan ISO
Pada akhir tahun 2009 kepala BPFK Jakarta
menginstruksikan untuk membuat laboratorium yang melayani khusus pengujian Sinar-X.
Maka bermula dari Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Alat Kesehatan serta
Laboratorium Proteksi Radiasi dilebur menjadi Laboratorium Uji Kesesuaian
Pesawat Sinar-X.
Komite Akreditasi Nasional (KAN) pada tanggal 26
November 2011 telah menetapkan Laboratorium Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X
sebagai Laboratorium Penguji dengan menerapkan secara konsisten SNI ISO/IEC
17025:2008 (ISO/IEC 17025:2005) Persyaratan Umum Untuk Kompetensi Laboratorium
Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi.
Tujuan uji kesesuaian terhadap Pesawat Sinar-X yaitu
menjamin bahwa setiap parameter penyinaran pada pesawat teruji akurasi,
linieritas dan kestabilan fungsinya sesuai dengan spesifikasi alat dan bila
terjadi penyimpangan harus berada dalam nilai batas toleransi yang disepakati.
Dasar uji kesesuaian ini merujuk pada PERATURAN KEPALA BAPETEN Nomor 9 Tahun 2011,
tentang Uji Kesesuaian Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional. Dasar
Hukun Peraturan dan Perundangan tentang Pengujian dan Kalibrasi:
1.
Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
2.
Undang-undang No.44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
3.
Undang-undang No.10 Tahun 1997 tentang
KETENAGANUKLIRAN
Berikut
peralatan dan fasilitas yang mampu diuji oleh Lab Uji Kesesuaian Sinar-X BPFK
Jakarta:
1. X-ray General
Purpose
2. X-ray Mobile
3. X-ray Dental
4. X-ray Dental
Panoramik
5. CT-Scan
|
6. Mammografi
7. Angiografi
8. Fluoroskopi C-Arm
9. Fluoroskopi
10. Bone Densitometri
|
TINJAUAN PUSTAKA
Radiologi merupakan ilmu
kedokteran yang digunakan untuk melihat bagian tubuh manusia yang menggunakan
pancaran atau radiasi gelombang elektromagnetik maupun gelombang mekanik
(Patel, 2005).
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana
Pelayanan Kesehatan menyatakan, dalam pelayanan radiologi diagnostik memiliki
tiga jenis. Tiga pelayanan radiologi diagnostik meliputi, Pelayanan
Radiodiagnostik, Pelayanan Pencitraan Diagnostik, dan Pelayanan Radiologi Intervensional.
Radiologi intervensional
merupakan cabang radiologi yang berhubungan dengan penggunaan pesawat sinar-X untuk menempatkan kabel, tabung, atau instrumen lain
di dalam
tubuh pasien untuk mendiagnosa atau
mengobati berbagai kondisi, serta dengan berbagai posisi pemeriksaan sehingga keberadaan pemeriksa harus
selalu didekat pasien untuk memandu secara langsung (real time) jalannya
pesawat. Adapun pesawat yang digunakan adalah Fluoroskopi, Fluoroskopi Fluoroskopi C-Arm, Computed Thomography (CT) dan
angiografi.
Sinar-X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang
sejenis dengan gelombang radio, panas, cahaya, dan sinar ultraviolet, tetapi
dengan panjang gelombang yang sangat pendek yaitu 1/10.000 dari panjang gelombang
cahaya yang terlihat. Karena panjang gelombang yang pendek itu, maka sinar-X
mampu menembus benda-benda termasuk tubuh manusia.
Sinar-X dihasilkan dari tabung sinar-X hampa udara, dimana didalamnya terdapat dua elemen yaitu anoda dan katoda. Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik yang mempunyai energi tinggi, sehingga dapat menembus zat padat yang dilaluinya.
Sinar-X di bangkitkan dengan jalan menembaki target
logam dengan elektron cepat dalam suatu tabung vacum. Elektron di hasilkan dari
pemanasan filamen yang juga berfungsi sebagai katoda, ada saat arus listrik
dari sumber dihidupkan, filamen akan mengalami pemanasan sehingga kelihatan
menyala. Dalam kondisi tersebut filamen akan mengeluarkan elektron. Selanjutnya
antara katoda dan anoda diberi beda potensial yang tinggi dengan orde kilo volt,
sehingga mempunyai kecepatan dan energi kinetik yang tinggi bergerak dengan
capat menuju ke anoda. Terjadilah tumbukan tak kenyal sempurna antara elektron
dan anoda. Pada peristiwa tumbukan tersebut terjadilah pancaran sinar-X dari
permukaan anoda.
Pemeriksaan dengan Pesawat sinar-X dapat digunakan
sebagai alat diagnosa. Sebagai alat untuk pemeriksa pasien pesawat sinar-X
perlu diatur dalam menghasilkan sinar-X. Untuk itu ada tiga parameter yang
harus diatur yaitu tegangan tinggi (kV), Arus (mA) dan waktu expose (S).
Fluoroskopi adalah cara
pemeriksaan yang menggunakan sifat tembus sinar rontgen dan suatu tabir yang
bersifat luminisensi bila terkena sinar tersebut. Fluoroskopi terutama
diperlukan untuk menyelidiki fungsi serta pergerakan suatu organ atau sistem
tubuh seperti dinamika alat peredaran darah, misalnya jantung, dan pembuluh
darah besar, serta pernafasan berupa pergerakan diafragma dan aerasi paru-paru. (Sjahriar Rasad, 1998)
Pada
saat pemeriksaan fluoroskopi berlangsung,
berkas cahaya sinar-X primer menembus tubuh pasien menuju input screen yang berada dalam Image Intensifier Tube yaitu sebuah
tabung hampa udara yang terdiri dari sebuah katoda dan anoda. Input screen yang berada pada Image
Intensifier adalah layar yang menyerap foton sinar-X dan mengubahnya
menjadi berkas cahaya tampak, yang kemudian akan ditangkap oleh PMT (Photo
Multiplier Tube). PMT terdiri dari photokatoda, focusing elektroda, dan anoda
dan output phospor. Cahaya tampak yang diserap oleh photokatoda pada PMT
akan dirubah menjadi elektron, kemudian dengan adanya focusing elektroda
electron - elektron negatif dari photokatoda difokuskan dan dipercepat menuju
dioda pertama.
Kemudian
elektron akan menumbuk dioda pertama dan dalam proses tumbukan akan
menghasilkan elektron-elektron lain. Elektron-elektron yang telah diperbanyak
jumlahnya yang keluar dari dioda pertama akan dipercepat menuju dioda kedua
sehingga akan menghasilkan elektron yang lebih banyak lagi, demikian seterusnya
sampai dioda yang terakhir. Setelah itu elektron-elektron tersebut
diakselerasikan secara cepat ke anoda karena adanya beda potensial yang
kemudian nantinya elektron
tersebut dirubah menjadi sinyal listrik.
Sinyal listrik akan diteruskan ke amplifier kemudian
akan diperkuat dan diperbanyak jumlahnya. Setelah sinyal-sinyal listrik ini
diperkuat maka akan diteruskan menuju ke ADC (Analog to Digital Converter).
Pada ADC sinyal-sinyal listrik ini akan diubah menjadi data digital yang akan
ditampilkan pada tv monitor berupa gambaran hasil fluoroskopi.
Adapun
alat fluoroskopi modern sekarang ini terdiri dari tube sinar-X fluoroskopi dan
penerima gambar (Image Receptor) yang
berada pada alat Fluoroskopi C-Arm (Alat
yang berbentuk seperti huruf C) agar tetap pada posisi yang tegak lurus walupun
keduanya bergerak atau berotasi.
3.4. Fluoroskopi C-Arm
3.4. Fluoroskopi C-Arm
Fluoroskopi C-Arm adalah pesawat sinar-X yang
memiliki tabir atau lembar penguat fluorosensi yang dilengkapi dengan system
video yang dapat mencitrakan objek secara kontinu (BAPETEN, 2015). Berfungsi
untuk menunjang proses pelayanan medis pada penanganan penyakit organ dalam,
tulang, dan tindakan operasi hal ini merupakan keunggulan teknologi fluoroskopi C-Arm , dengan menggunakan alat
tersebut letak benda atau objek pemeriksaan yang berada didalam tubuh dengan
mudah dapat dideteksi, bahkan dapat dilihat secara real time. Selain itu
pesawat Fluoroskopi C-Arm ini mampu
menampilkan objek secara tiga dimensi, sehingga dapat meminimalisir kesalahan
dalam memprediksi letak objek, diagnose dan tindakan medis lainnya.
Tabung
sinar-X fluoroskopi dirancang untuk dapat mengeluarkan sinar-X lebih lama dari
pada tube diagnostik konvensional dengan mA yang jauh lebih kecil. Dimana tipe
tube diagnostik konvensional memiliki range mA antara 50-1200 mA sedangkan
range mA pada tube sinar-X fluoroskopi antara 0,5-5,0 mA. Sebuah Intensification Tube (talang penguat)
dirancang untuk menambah kecerahan gambar secara elektronik. Pencerah gambar
modern sekarang ini mampu mencerahkan gambar hingga 500-8000 kali lipat.
Generator sinar-X pada fluoroskopi
unit menggunakan tiga fase atau high
frequency units, untuk efisiensi maksimum fluoroskopi unit dilengkapi
dengan cine fluorography yang
memiliki waktu eksposi yang sangat cepat, berkisar antara 5/6 ms untuk
pengambilan gambar sebanyak 48 gambar/detik. Maka dari itu generator tabung
sinar-X biasanya merupakan tabung berkapasitas tinggi (paling tidak 500.000
heat unit) dibandingkan dengan tabung sinar-X radiografi biasa (300.000 heat
units).
3.6.
Image Intensifier (II)
Semua sistem fluoroskopi menggunakan Image Intensifier yang menghasilkan gambar selama fluoroskopi dengan mengkonversi low intensity full size image ke high-intensity minified image. Image Intisifier adalah alat yang berupa detektor dan PMT (di dalamnya terdapat photocatoda, focusing electroda, dinode, dan output phospor).
Gambar
5. Bagian Image Intensifier (Vidya, 2013)
|
Sehingga memungkinkan untuk melakukan fluoroskopi dalam kamar dengan
keadaan terang dan tanpa perlu adaptasi gelap. Image Intisifier terdiri dari:
1.
Detektor, terbuat dari crystals iodide
(CsI) yang mempunyai sifat memendarkan cahaya apabila terkena radiasi sinar-X.
Absorpsi dari detektor sebesar 60% dari radiasi sinar-X.
2.
PMT (Photo
Multiplier Tube). Terdiri Dari :
a. Photokatoda. Terletak setelah input phospor. Memiliki fungsi untuk merubah cahaya tampak yang
diserap dari input phospor
menjadi berkas elektron.
b. Focusing Electroda. Elektroda dalam focus Image
intensifier meneruskan elektron-elektron negatif dari photochatode ke output phospor.
c. Anode dan Output Phospor. Elektron dari photochatode
diakselerasikan secara cepat ke anoda karena adanya beda tegangan serta merubah berkas elektron tadi menjadi
sinyal listrik.
d.
Photomultiplier Tube (PMT). Terdiri dari
photocathode dan beberapa buah anode (tidak seperti pada phototube yang hanya
terdiri dari satu buah anode) yang disusun secara seri (disebut dynode).
Dosimetri merupakan kegiatan pengukuran dosis radiasi
dengan teknik pegukuran didasarkan pada pengukuran ionisasi yang disebabkan
oleh radiasi dalam gas, terutama udara. Dalam proteksi radiasi, metode
pengukuran dosis radasi ini dikenal degan sebutan dosimetri radiasi. Selama
perkembangannya, besaran yang dipakai dalam pengukuran jumlah radiasi selalu
didasarkan pada jumlah ion yang terbentuk dalam keadaan tertentu atau pada
jumlah energi radiasi yang diserahkan kepada bahan.
Sama halnya dengan besaran-besaran fisika lainnya,
radiasi juga mempunyai ukuran atau satuan untuk menunjukkan besarnya pancaran
radiasi dari suatu sumber, atau menunjukkan banyaknya dosis radiasi yang
diberikan atau diterima oleh suatu medium yang terkena radiasi. Radasi
mempunyai satuan karena radiasi itu membawa atau mentransfer energi dari sumber
radiasi yang diteruskan kepada medium yang menerima radiasi.
Ada beberapa besaran dan satuan dasar yang berhubungan
dengan radiasi pengion disesuaikan dengan kriteria penggunaannya. Berikut ini
akan dibahas besaran-besaran dan satuan-satuan dasar dalam dosimetri radiasi.
a. Dosis
Serap
Untuk mengetahui jumlah energi yang diserap oleh medium
digunakan besaran dosis serap.
Dosis serap didifinisikan sebagai jumlah energi yang diserahkan oleh radiasi
atau banyaknya energi yang diserap oleh bahan persatuan massa bahan itu. Secara
matematis, dosis serap (D) dirumuskan dengan:
D =
(3.2)
Dengan dosis dE adalah energi yang diserap oleh
medium bermassa dm. Satuan D adalah joule per kilogram (J/Kg) dan satuan dE
dalam Joule (J) serta dm dalam Gray
dan disingkat Gy. Dengan 1 Gy setara dengan 1 J/Kg. Dalam proteksi radiasi,
dosis serap merupakan besaran dasar. Turunan dosis serap terhadap waktu disebut
laju dosis serap dan dirumuskan dengan persamaan:
D =
(3.3)
Laju dosis
serap merupakan besarnya dosis serap per satuan waktu. Laju dosis dipengaruhi oleh
jarak antara sumber radiasi dengan tempat pengukuran radiasi. Dalam SI, laju
dosis serap dinyatakan dalam Gy.s-1
b. Paparan Radiasi
Paparan merupakan besaran untuk menyatakan intensitas
sinar-X yang dapat menghasilkan ionisasi di udara dalam jumlah tertentu.
Berdasarkan difinisi tersebut, maka paparan (X) dapat dirumuskan dengan :
X =
(3.4)
Dimana dQ adalah jumlah elektron yang timbul sebagai
akibat interaksi antara foton dengan atom-atom udara dalam volume udara
bermassa dm. dalam satuan internasioanal (SI), satuan
paparan adalah Coloumb/Kilogram (C/Kg) yang mana 1 Rontgen = 2.58 x 10-4.
Laju paparan adalah besar
paparan persatuan waktu, dan diberi simbol X. Satuan laju paparan dalam
SI adalah C/kg.jam dan satuan lama adalah R/jam.
c.
Dosis
Ekivalen (H)
Dosis Ekivalen (H) dapat didefinisikan
sebagai dosis serap yang diterima oleh tubuh manusia secara keseluruhan dengan
memperhatikan kualitas radiasi dalam merusak jaringan tubuh dan faktor metode
perhitungan di laboratorium. Jadi, H merupakan hasil kali antara dosis serap
(D), faktor kualitas (Q), dan perkalian antara seluruh faktor modifikasi
lainnya (N). Seperti diketahui, dosis serap yang sama tetapi berasal dari jenis
radiasi yang berbeda akan memberikan efek biologi yang berbeda pada sistem
tubuh makhluk hidup. Pengaruh interaksi yang terjadi sepanjang lintasan radiasi
di dalam jaringan tubuh yang terkena radiasi terutama berasal dari besaran
proses yang disebut alih energi linier (LET, linear energy transfer).
Yang paling berperan dalam hal ini adalah peristiwa ionisasi yang terjadi
sepanjang lintasan radiasi di dalam materi yang dilaluinya. Dengan demikian
daya ionisasi masing-masing jenis radiasi berbeda. Makin besar daya ionisasi,
makin tinggi tingkat kerusakan biologi yang ditimbulkannya. Besaran yang
merupakan kuantisasi dari sifat tersebut dinamakan faktor kualitas Q. Dengan
demikian dosis serap H dapat dituliskan sebagai:
H = D.Q.N (3.5)
Di sini, digunakan Sievert (Sv) untuk satuan dosis ekivalen dalam SI.
1 Sv = 1 J.kg-1
Dalam perumusan di atas, digunakan N yang didefiniskan suatu faktor
modifikasi, misalnya pengaruh laju dosis, distribusi zat radioaktif dalam
tubuh, dsb. Untuk keperluan Proteksi Radiasi, faktor N tersebut selalu dianggap
N=1.
d.
Kerma
Energi foton disampaikan melalui materi
terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama energi dipindahkan ke
partikel bermuatan sekunder melalui berbagai interaksi foton (efek fotolistrik,
hamburan Compton, produksi pasangan). Untuk tahap kedua partikel-partikel
bermuatan sekunder mentransfer energi ke media melalui eksitasi atom dan ionisasi.
Pada dasarnya kerma mengukur energi kinetik awal dari interaksi primer (efek
fotolistrik, hamburan compton, produksi pasangan), pada suatu pengabsorbsi.
Ketika foton berinteraksi dengan materi, maka sebagian atau seluruh energinya
akan ditransfer kepada partikel yang bermuatan yang ada pada materi tersebut
sebagai energi kinetik. Energi tersebut kita kenal dengan KERMA (Kinetic
Energy Released In Material).
Kerma didefinisika sebagai jumlah energi yang ditransfer dari foton ke
suatu medium sebagai energi kinetik partikel bermuatan. Kerma dinyatakan dengan
persamaan
K =
(3.6)
Dimana K adalah Kerma, dE,
jumlah energi kinetik awal seluruh partikel bermuatan yang dibebaskan per
satuan massa dm oleh interaksi partikel tak bermuatan. Satuan untuk kerma
adalah joule per kilogram (gray(Gy)), yang sama seperti untuk dosis serap.
Pada dasarnya fluoroskopi
digunakan untuk studi dan deteksi dari pergerakan bagian tubuh selama tindakan
invasif dengan memposisikan bagian tubuh secara optimal agar didapatkan citra
yang lebih baik. Beberapa hal yang mempengaruhi dosis radiasi pada pasien dan
personil pelaksana tindakan dengan mode fluoroskopi, diantaranya:
a.
Tegangan tabung (kVp). Hal ini menentukan daya tembus dari berkas sinar-X
dan radiasi yang keluar sama dengan kVp. Normal kVp adalah sekitar 70 sampai 80
kVp. Kontras citra akan bertambah besar pada kVp yang lebih rendah tetapi dosis
pasien akan meningkat. Jika Automatic
Brightness Control (kontrol cahaya otomatis) digunakan, kVp dikontrol
secara otomatis.
b.
Kuat arus tabung (mA). Kuat arus tabung adalah jumlah dari emisi radiasi
per detik. Peningkatan dari produksi arus seimbang dengan peningkatan radiasi
yang keluar, paparan pasien, dan brightness citra. Jika kualitas citra pada
monitor TV kurang bagus untuk pasien yang kurus, ini dapat diperbaiki dengan
meningkatkan mA. Untuk pasien yang lebih kurus lebih disukai dengan peningkatan
kVp, akibatnya akan meningkatkan radiasi yang keluar sehingga membutuhkan
pengurangan mA. Untuk pasien yang sangat kurus maka membutuhkan pengaturan
peningkatan kVp dan mA.
c.
Waktu penyinaran. Lamanya waktu penyinaran memerlukan kontrol yang tepat.
Operator harus memperhatikan lamanya waktu pasien saat terpapar radiasi.
Meskipun tergantung pada sejumlah faktor, pasien menerima laju dosis masuk
kulit pada 75 kVp dan 1 mA adalah 10 mGy/menit, dan 50 mGy/menit pada 90 kVp
dan 3 mA. Waktu penyinaran dan paparan radiasi dapat dikurangi dengan
penyinaran yang sedikit mungkin dengan radiasi yang sekecil mungkin dan
menggunakan fasilitas perekam citra untuk pemeriksaan citra yang lebih detail.
d.
Kolimasi berkas sinar-X. Pengurangan dosis yang besar dari pasien dan
pekerja dapat dicapai dengan menggunakan kolimator untuk mengatur ukuran berkas
sinar-X. Ukuran berkas harus disesuaikan dengan kebutuhan visualisasi anatomi.
Kualitas citra dapat ditingkatkan dengan mengurangi sejumlah besar hamburan
radiasi dari luar bagian yang dituju sampai ke penguat citra. Biasanya diameter
penguat citra yang digunakan kecil (sekitar 30 cm). Namun, tidaklah tepat
mengkolimasi daerah menjadi lebih kecil.
e.
Geometri. Pasien harus diletakkan pada posisi yang sedekat mungkin dengan
penguat citra, begitu juga jarak pasien dengan tabung sinar-X. Keuntungannya
adalah pengurangan dosis masuk kulit untuk pasien, dan magnifikasi dan distorsi
geometri rendah. Ketebalan pasien juga mempengaruhi dosis. Laju dosis dan dosis
akumulasi akan lebih besar untuk pasien yang lebih besar dan bagian tubuh yang
tebal. Pasien yang lebih besar membutuhkan radiasi sampai 10 kali lipat untuk
kualitas citra yang lebih bagus dibandingkan dengan pasien yang lebih kurus.
f.
Hamburan radiasi. Hamburan merupakan bagian dari berkas sinar-X terhambur
dari pasien dan dapat mencapai operator, pada umumnya semakin banyak radiasi
yang diterima pasien maka semakin banyak pula radiasi yang diterima oleh
operator. Hamburan berkurang dengan cepat sebagaimana jarak dari pasien yang
meningkat. Hal ini sangat penting untuk dicatat bahwa tingkat tertinggi dari
hamburan datang dari sisi pasien yang berhadapan dengan tabung sinar-X, dimana
intensitas berkas sinar-X akan besar, dan terdapat hamburan yang kecil dari
sisi pasien yang berhadapan dengan penguat citra. Tabung sinar-X secara ideal
berada di bawah pasien.
Citra medis pada dasarnya adalah suatu teknik atau
proses penggambaran bagian-bagian organ tubuh manusia dengan tujuan untuk
mengetahui kerusakan yang terdapat pada organ tubuh tersebut akibat dari
aktivitas bakteri dan virus. Caranya dengan menggunakan kompresi data yang
memiliki fleksibilitas tinggi sehingga dapat menampilkan gambar organ tubuh
manusia secara efisien yang dapat dilihat oleh indera penglihatan tanpa
menggunakan alat bantu apapun.
Sinar dengan daya tembus yang pertama kali dimanfaatkan
adalah sinar-X. Disiplin ini dikenal sebagai radiologi. Metode ini menggunakan
sumber sinar-X berupa titik dan detektor yang digunakan adalah selembar film
negatif. Dampak sinar-X adalah menghitamkan film negatif tadi, yang berbanding
lurus dengan intensitasnya. Oleh karena itu, benda-benda yang menyerap sinar
lebih banyak (lebih rapat) akan ditampilkan dalam film negative dengan warna
yang lebih terang daripada benda-benda yang menyerap sinar lebih sedikit.
Sebagai contoh, warna tulang akan ditampilkan lebih terang dibandingkan dengan
warna kulit. Akan tetapi tidak sedikit citra yang dihasilkan oleh sebuah
pesawat sinar-X dapat dianalisis atau didiagnosa dengan akurat, hal tersebut
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu usia pesawat yang
menyebabkan sebagian komponen tidak berjalan atau berfungsi dengan baik. Untuk
mengetahui bahwa citra yang diasilkan layak atau tidak diperlukan suatu
pengkajian kualitas citra.
Pada uji kesesuaian pesawat sinar-X Fluoroskopi C-Arm terdapat beberapa pengukuran yang
menjadi acuan dasar untuk mengetahui kualitas citra yang dihasilkan,
diantaranya:
a.
Kesesuaian Area Berkas Sinar-X dengan Area Monitor
Berhubung dengan
karakteristik pesawat fluoroskopi yang bersifat real time maka pengukuran ini
sangat penting dilakukan karena
pengukuran ini bertujuan untuk memastikan area berkas sinar-X tidak melebihi
ukuran diameter II yang dipakai sehingga dapat digunakan secara maksimal untuk
pencitraan di area monitor, mengingat proses pemeriksaan pasien yang memerlukan
tindakan harus cepat dan akurat. Adapun pengujian terdiri dari pengukuran Area
Efektif/ Citra Monitor (AEM) dan Area
berkas sinar-X (ASX)
b.
Laju dosis Input Image Intesifier
Hal ini bertujuan untuk
memastikan dosis input ke permukaan image
intensifier tidak melewati batas maksimal untuk menghasilkan kualitas citra
yang layak. Nilai lolos uji pada pengukuran laju dosis input image intesifier tergantung pada diameter tabung II yang digunakan.
Kualitas citra dapat diukur melalui
parameter-parameter kualitas citra diantaranya:
a. Resolusi
Spasial
Resolusi spasial
ialah ukuran terkecil objek yang dapat direkam oleh suatu sistem sensor. Dengan
kata lain maka resolusi spasial mencerminkan kerincian informasi yang dapat
disajikan oleh suatu sistem sensor. Ada dua cara menyatakan resolusi spasial,
yakni: resolusi citra dan resolusi medan. Resolusi citra (image resolution) dapat diartikan sebagai kualitas lensa yang
dinyatakan dengan jumlah maksimum garis pada tiap milimeter yang masih dapat
dipisahkan pada citra. Misal tiap garis tebalnya 0,01 mm. Ruang pemisah antara
tiap garis juga sebesar 0,01 mm. Berarti tiap garis menempati ruang selebar
0,02 mm atau pada tiap mm ada 50 garis. Dalam contoh ini berarti resolusi
citranya sebesar 50 garis/mm. Secara teoritik maka resolusi citra yang terbaik
1.430 garis/mm. Resolusi Medan (ground
resolution) ialah ukuran terkecil obyek di medan yang dapat direkam pada
data digital maupun pada citra. Pada data digital resolusi medan dinyatakan
dengan pixel. Semakin kecil ukuran terkecil yang dapat direkam oleh suatu
sistem sensor, berarti sensor itu semakin baik karena dapat menyajikan data dan
informasi yang semakin rinci. Resolusi spasial yang baik dikatakan resolusi
tinggi atau halus, sedang yang kurang baik berupa resolusi kasar atau rendah
b. Sensitivitas Kontras Rendah
Sensitivitas kontras rendah digunakan untuk menilai dan melihat sejauh mana
objek dengan kontras rendah dapat dilihat dalam gambar. Dengan kata lain
merupakan kemampuan dari suatu sistem penggambaran untuk mempertunjukkan
perubahan kecil di dalam kontras jaringan.
Uji Kesesuaian (Compliance Testing) adalah uji
untuk memastikan bahwa Pesawat Sinar-X memenuhi persyaratan keselamatan radiasi
dan memberikan informasi diagnosis atau pelaksanaan radiologi yang tepat dan
akurat. Uji kesesuaian pesawat radiologi intervensional dilakukan berdasarkan standar Perka Bapeten nomor 9
tahun 2012 dan NSW EPA Guidelines untuk sistem fluoroskopi. Pengujian
fluoroskopi meliputi uji kolimasi, generator dan tabung sinar-X, dosimetri dan
kualitas citra.
Dengan dilakukan uji kesesuaian pada pesawat sinar-X
Fluoroskopi C-Arm. Didapatkan
beberapa data untuk mengetahui parameter citra dan dosis yang dihasilkan. Maka
dijadikanlah parameter tersebut sebagai acuan untuk mengetahui kulitas citra
dan dosis yang dihasilkan.
Adapun dasar uji kesesuaian di BPFK Jakarta merujuk
pada PERATURAN KEPALA BAPETEN Nomor 9 Tahun 2011, tentang Uji Kesesuaian
Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional.
Tabel 1. Data Uji Teknis Mode Fluoroskopi (BAPETEN, 2011)
No.
|
Jenis Pengujian
|
BAPETEN
(Nilai Lolos Uji)
|
1.
|
Kolimasi Berkas Sinar-X
a.
Selisih tepi lapangan berkas
sinar-x
dengan tepi lapangan permukaan II
maksimum(Δ), SID maksimum
b.
Selisih lapangan kolimasi dengan
berkas sinar-x (Δ), SID maksimum
c.
Jarak pusat citra di monitor dengan
pusat II (Δ), SID maksimum
|
Δ < ±1 % SID
Δ ≤ 10 % SID
Δ < 1 % SID
|
2.
|
Generator dan Tabung
Sinar-X
a.
Akurasi tegangan
b.
Waktu penyinaran fluoroskopik maks.
c.
Linearitas keluraran radiasi
d.
Kualitas berkas sinar-X (HVL)
e.
Kebocoran wadah tabung
|
≤ ± 10 %
tmaks ≤ 5 menit
CL ≤ 0,1
HVL ≥ 2,3 mmAl (80 kVp)
L ≤ 1 mGy dlm 1 jam
|
3.
|
Informasi Dosis Pasien
Mode dosis
normal:
a. Laju
dosis tipikal pasien (_tipikal)
Mode dosis
tinggi:
a. Laju
dosis maks. di udara (_maks)
|
_tipikal ≤ 15 mGy/mnt
_maks ≤ 150 mGy/mnt
|
4.
|
Sistem Pencitraan
Fluoroskopi
a.
Selisih area sinar-X dgn display
(Δ)
b.
Laju dosis input II (semua diameter
- 11
cm ≤ diameter < 14 cm
- 14
cm ≤ diameter < 23 cm
- 23
cm ≤ diameter
c.
Kualitas citra.
- batas
kontras rendah
- kontras
rendah terdeteksi
- resolusi
spasial
|
Δ.≤ … % SID (spek)
Laju dosis ≤ 120
Laju dosis ≤ 80 μGy/mnt
Laju dosis ≤ 60 μGy/mnt
resolusi kontras ≤ 5%
resolusi kontras ≤ 1 mm
resolusi spasial ≤ ...
|
BAB IV
METODOLOGI
Kerja Mandiri Terpantau (KMT) dilaksanakan di Lab Uji
Kesesuaian Pesawat Sinar-X Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Jakarta
mulai tanggal 18 Juli s/d 16 Agustus 2016. Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X Fluoroskopi C-Arm dilaksanakan pada
hari Rabu, 10 Agustus 2016 di RSUP Fatmawati Jakarta Selatan.
Alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan uji
kualitas citra dan dosis pada pesawat sinar-X fluoroskopi C-Arm adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Alat dan bahan pengujian pesawat sinar-X Fluoroskopi C-Arm
No.
|
Alat dan
Bahan
|
Spesifikasi
|
1.
|
Pesawat Sinar-X Fluoroskopi C-Arm
· Merk/Pabrikan : HITACHI/JAPAN
· Model/Type :
H7228
· No.
seri : SX12807503
· Tahun produksi : 2007
|
|
2.
|
Surveymeter
· Merk/Pabrikan : Termo Eberline
· No.
seri : 025364
· Kalibrasi
s.d : 30 Juli 2017
· Fungsi : untuk mengukur laju dosis
input II dan laju dosis pasien tipikal, dll
|
|
3.
|
Multimeter
· Merk/Pabrikan : RTI
· Model/Type :
Piranha 657
· No.
Seri : CB2-11100043
· Kalibrasi
s.d : 26 Agustus 2017
· Fungsi : untuk uji akurasi tegangan, reproduksibilitas, mengukur uji
laju dosis maksimum di udara dan laju dosis pasien tipikal, dll
|
|
4.
|
Tor ABC
· Fungsi : untuk mengukur area efektif citra
monitor
|
|
5.
|
Phantom Cirs
· Merk/Pabrikan : CIRS
· Model/Type :
903
· Fungsi : untuk uji kualitas citra
|
|
6.
|
Fantom
Tipikal 20 cm
· Fungsi : untuk uji laju dosis
ekivalen pasien.
· Ketebalan
satuan : 2cm
|
|
7.
|
Kaset
sinar-X
·
Ukuran : 40 cm x 40 cm
·
Fungsi : untuk menegetahui nilai Area
Efektif/Citra Monitor (AEM)
|
|
8.
|
Plat Cu 2 mm
· Ukuran : 15 cm x 15 cm
· Fungsi : untuk uji laju dosis input II
|
|
9.
|
Plat Pb
· Ukuran : 15 cm x 25 cm
· Fungsi : untuk uji laju dosis maksimum di
udara.
|
|
10.
|
Meteran
· Merk/Pabrikan : Lafuma
· No.
seri : E-1
· Kalibrasi
s.d : 09 Okotober 2016
· Fungsi : untuk mengukur jarak SID,
SSD.
|
|
11.
|
Laptop
· Merk/Pabrikan : Asus
· Fungsi : untuk membaca data dari
multimeter
|
|
12.
|
Software – Ocean
2014 Profesional
· Fungsi : Sebagai fasilitas
pendukung dari multimeter.
|
Pengujian kualitas citra dan
dosis radiasi pada pesawat sinar-X Fluoroskopi C-Arm merupakan rincian dari proses uji kesesuaian pada pesawat
tersebut. Hal yang pertama dilakukan adalah persiapan alat dan bahan, kemudian
dilakukan uji dosis dan citra terdiri
dari pengukuran kesesuaian area berkas sinar-X dengan area citra monitor, laju
dosis input Image Intensifier,
pengukuran kualitas citra, kemudian pengukuran laju dosis maksimum di udara
(tanpa fantom) dan laju dosis pasien tipikal.
1.
Posisikan tabung sinar-X diatas, dan tabung II dibawah. Kemudian ukur jarak fokus sinar-X ke tabung II atau SID (Source to Image Distance).
2.
Objek geometri (TOR ABC) diletakkan diatas tabung II dengan posisi menutupi seluruh permukaan II.
3.
Kemudian dilakukan ekspos fluoroskopi.
4.
Diukur dimensi citra objek di monitor berdasarkan jumlah grid yang
nampak.
5.
Selanjutnya kaset diletakkan diatas tabung II, dengan posisi dibawah objek geometri
6.
Diukur kembali jarak SOD (Source Objek Distance ) dan Source Film Distance (SFD).
7.
Kemudian dilakukan eksposi fluoroskopi.
8.
Diukur kembali dimensi citra objek di monitor berdasarkan jumlah grid
yang nampak.
9.
Dihitung diameter citra di monitor terkoreksi dengan cara mengkalikan
faktor magnifikasinya.
10.
Kemudian dicatat hasil dari perhitungan untuk ASX (Area Berkas
Sinar-X) dan AEM (Area Efektif / Citra
Monitor)
1.
Plat Cu dengan tebal 2 mm diletakkan di atas tabung sinar-X. (Posisi
tabung sinar-X dibawah)
2.
Dicatat Jarak SID dan faktor koreksi grid.
3.
Multimeter diletakkan pada permukaan II,
(dengan alat bantu perekat)
4.
Ekspose dilakukan dengan mode fluoroskopi.
5.
Didapatkan nilai dosis maksimum, dan dicatat.
1.
Diukur jarak fokus sinar-X ke tabung II
atau SID (Source to Image Distance).
2.
Fantom CIRS (sebagai parameter kualitas citra dengan resolusi tinggi dan
rendah) diletakkan diatas permukaan tabung II
3.
Lakukan Ekspose dengan mode auto.
4.
Lihat nilai kVp dan mA, kemudian catat di lembar kerja.
5.
Lakukan pengamatan terhadap hasil citra objek yang tampil pada layar
monitor.
6.
Cetak gambar yang tampak di monitor, kemudian print, jika tidak tersedia
ambil foto monitor.
7.
Catat nilai hasil uji High Contras Resolution
(HCR) dan Low Contras Resoluition
(LCR) pada lembar kerja.
1.
Letakkan Pb 2 mm diatas meja pasien
(Posisi tabung sinar-X di bawah)
2.
Multimeter (piranha) diletakkan diatas Pb 2 mm dengan jarak dari multimeter
ke tabung sinar-X sebesar 30 cm.
3.
Faktor Ekspose ditentukan, dengan 100 kVp
dan 3 mA
4.
Lihat nilai dosis maksimum pada laptop, kemudian catat di lembar kerja.
1.
Letakkan fantom equivalen patient
diatas tabung sinar-X
2.
Multimeter diletakkan diatas fantom
3.
Lakukan ekspose auto.
4.
Catat nilai laju dosis, kV dan mA yang terukur.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakukan uji
kesesuaian pada pesawat sinar-X Fluoroskopi
C-Arm pada tanggal 09 Agustus 2016 di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati,
pada pelaksanaan Kerja Mandiri Terpantau di Balai Pengamanan Fasilitas (BPFK)
Jakarta, di dapatkan hasil data uji kualitas citra dan dosis radiasi, sebagai
berikut.
·
No Izin Pesawat :
025421.X.XXX.XXXXX
·
Pemegang Izin : dr. A
·
Alamat : Jln.
RS. Fatmawati Jakarta Selatan 12430
DKI JAKARTA
·
No. Telp : (021)
7501524
·
Lokasi Unit : Ruang
Fasmed
1. Generator
dan panel control
·
Merk/Pabrikan : HITACHI/JAPAN
·
Model/Type : DHF-105CX-9BH
·
No. seri :
SX 10616706
·
Tipe Generator : Medium/HF
·
Alarm Ekspose : Audio dan Visual
·
Tombol penyinaran : Kabel
·
Rating mode Fluoros : 110 Kv, 3 Ma
·
Rating mode Radiografi : 110 Kv, 80 mAs
·
Tahun produksi : 2007
2. Wadah
Tabung
·
Merk/Pabrikan : HITACHI/JAPAN
·
Model/Type : M-4LC-32
·
No. seri : -
·
Filter Bawaan : 2 mmAL
·
Penanda Fokus : ada
3. Tabung
Insersi
·
Merk/Pabrikan : HITACHI/JAPAN
·
Model/Type : H7228
·
No. seri :
SX12807503
·
Ukuran focal Spot : Kecil 0.5 m
Besar 1.2 mm
4. Image
Intensifier
·
Merk/Pabrikan : HITACHI/JAPAN
·
Model/Type : IS – 964 M
·
Ukuran Lap. : 28.6 x 33.7
·
Grid :
Ada
·
Rasio Grid :
6/1
·
Fokus grid :
90 cm
·
Resolusi Grid : 34 line/cm
1.
Kesesuaian
Area Berkas Sinar-X dengan Area Monitor
Uji
kesesuaian area berkas sinar-X dengan area monitor bertujuan untuk memastikan
area berkas sinar-X terpakai secara maksimal untuk pencitraan di monitor.
Pengujian ini dilakukan pada nilai Source
to Image Distance atau SID sepanjang 90 cm. Dengan nilai Source Objek Distance (SOD) dan Source Film Distance (SFD) 88 cm dan
89,5 cm. Didapatkan nilai Area Efektif / Citra Monitor (AEM) dan nilai Area
Berkas Sinar-X (ASX) seperti yang tertulis pada tabel dibawah ini. (Tabel 3).
Tabel
3.
Data uji kesesuaian area berkas sinar-X dengan area monitor
Diameter tabung II
|
Area Efektif Monitor (AEM)
(cm)
|
Area Berkas Sinar-X (ASX)
(cm)
|
Nilai Lolos Uji
|
23
|
18,41
|
20,61
|
Δ ≤ 1 % SID
|
2.
Laju
Dosis Input Image intensifier (II)
Uji Laju dosis Input II dilakukan dengan meletakkan multimeter pada permukaan tabung II, kemudian diletakkan plat Cu 2 mm
diatas tabung Sinar-X. Pengukuran ini bertujuan untuk memastikan dosis input
permukaan II tidak melewati batas
maksimal untuk menghasilkan kualitas citra yang layak. Hasil data pengujian
laju dosis input II dapat dilihat
pada tabel dibawah ini. (Tabel 3)
Tabel 4. Data Laju Dosis Input Image intensifier (II)
Mode fluoroskopi
|
Tebal Cu
(mm)
|
Ukuran II (cm)
|
kVp
(auto)
|
mA
(auto)
|
Max Dose
µGy/min
|
Nilai lolos Uji µGy/min
|
Normal
|
2
|
23
|
76
|
0,7
|
35,44
|
120 : (11 ≤ II < 14)
80 : (14 ≤ II < 23)
60
: (II ≥ 23)
|
3.
Kualitas
Citra
Uji kualitas Citra bertujuan untuk
menentukan baseline kontras rendah dan tinggi pada pesawat fluoroskopi dan
memastikan kualitas citra pada pesawat fluoroskopi masih layak untuk pasien.
Pengujian ini dilakukan dengan meletakkan Fantom CIRS diatas permukaan tabung II, Kemudian didapat nilai High Contras Resolution (HCR Low Contras Resolution (LCR) seperti
pada table dibawah. (Tabel 4)
Tabel
5. Data Uji Kualitas Citra
|
Mode
fluoroskopi
|
Ukuran
II (cm)
|
kVp
(auto)
|
mA
(auto)
|
HCR
|
LCR
|
Toleransi
|
|
HCR
|
LCR
|
||||||
Normal
|
23
|
43
|
0.5
|
F
|
9
|
II
≤ 25 : ≥ 12 lp/cm
|
≤
1,0 mm
|
4.
Laju
Dosis Maksimum di Udara (Tanpa Fantom)
Pengukuran
pada laju dosis maksimum di udara menggunakan plat Pb yang diletakkan di atas
meja pasien (posisi tabung sinar-X dibawah) multimeter diletakkan diatas Pb 2
mm dengan jarak dari multimeter ke tabung sinar-X sepanjang 30 cm. Faktor
ekpose ditentukan dengan 100 kVp dan 3 mA. Data hasil pengukuran dapat dilihat
pada tabel 5.
Tabel 6.
Data Laju Dosis Maksimum di Udara (Tanpa Phantom)
Mode
fluoroskopi
|
Ukuran
II (cm)
|
kVp
|
mA
|
Maks.
(mGy/min)
|
Nilai
lolos uji (mGy/min)
|
Auto/normal
|
23
|
100
|
3
|
22.351
|
Manual
≤ 50
Auto (normal) ≤ 100 Auto ≤ 150 |
5.
Laju Dosis Pasien
Tipikal Menggunakan Fantom Equivalent Patient
Pada
pengukuran laju dosis tipikal digunakan fantom ekuivalen sebagai penerima dosis
dengan tebal 20 cm, yang terdiri dari 10 keping fantom dengan tebal
masing-masing 2 cm. Pengukuran ini bertujuan untuk memastikan laju dosis pasien
fluoroskopi tidak terlampaui baik untuk pasien normal maupun untuk tebal pasien
maksimum. Data hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel.
Tabel 7. Laju Dosis
Pasien Tipikal Menggunakan Phantom Equivalent Pasien
Mode
fluoro
|
Tebal
fantom (cm)
|
Ukuran
II (cm)
|
kVp
|
mA
|
ESD
(mGy/Min)
|
Nilai
lolos uji (mGy/Min)
|
Normal
|
20
|
23
|
89
|
2,85
|
11,88
|
≤
15
|
5.2.
Pembahasan
Uji
kesesuaian area berkas sinar-X dengan area monitor dilakukan untuk mengetahui
nilai deviasi ASX (Area Berkas
Sinar-X) dan AEM (Area Efektif / Citra
Monitor) didapatkan nilai masing masing 18,41 cm dan 20,61 cm.
Dengan SID (Source Image Distance) sebesar 90 cm dan nilai SOD (Source Object Distance) sebesar 88 cm.
Pengujian terhadap kesesuaian area berkas sinar-X dengan area monitor memiliki
nilai ambang batas ∆ ≤ 1% SID. Setelah dilakukan pengolahan data maka
didapatkan selisih nilai ASX terkoreksi terhadap ukuran II sebesar -2,2 cm. Angka tersebut menunjukkan bahwa area berkas
sinar-X melebihi area citra monitor. Uji kesesuaian area berkas sinar-X dengan
area citra monitor dinyatakan tidak lulus. Berikut citra yang dihasilkan dari
pengukuran Area Efektif Monitor atau AEM.
Gambar 7.
Area Efektif Monitor pesawat Fluoroskopi C-Arm
Pengukuran laju dosis input II bertujuan untuk memastikan bahwa
dosis input pada permukaan II tidak
melewati batas maksimal untuk menghasilkan kualitas citra yang layak. Dosis
maksimal yang dihasilkan sebesar 35,44
. Adapun nilai ambang
batas yang dimiliki adalah 60
dengan diameter II ≥ 23. Setelah dilakukan pengolahan data dosis input ke permukaan
II tidak melewati batas maksimal.
Berikut skema pengukuran di lapangan.
Gambar 8. Pengukuran Uji Laju Dosis Image Intensifier
Tujuan utama dari uji kualitas citra adalah untuk menentukan baseline kontras tinggi dan
rendah, serta memastikan bahwa kualitas citra masih layak untuk pemeriksaan
pasien. Komponen parameter yang digunakan pada pengujian ini adalah Fantom
CIRS. Pada saat pengukuran kita cukup melihat lingkaran mana saja yang mampu
menampakkan kontras maksimal pada layar monitor. Hasil pengukuran seperti
gambar dibawah ini.
Gambar 9.
Hasil uji kualitas citra pesawat Fluoroskopi C-Arm
Setelah diamati dan didapatkan hasil, pengukuran
mengacu pada Cirs Guide Book atau
panduan untuk membaca fantom CIRS yang telah disepakati. Berikut cara membaca
grid dan data yang kesesuaian data yang dimiliki.
Gambar 10. Cirs Guide Book
Tabel
8.
Nilai Cirs Guide Book
HIGH CONTRAS MESH
|
LOW CONTRAS HOLES
|
||||
Hasil terukur
|
mm
|
inch
|
Hasil terukur
|
inch
|
m
|
A
|
80
|
3.14
|
1
|
0.068
|
0.172
|
B
|
12
|
4.72
|
2
|
0.049
|
0.124
|
C
|
16
|
6.29
|
3
|
0.035
|
0.088
|
D
|
20
|
7.87
|
4
|
0.025
|
0.063
|
E
|
24
|
9.44
|
5
|
0.018
|
0.045
|
F
|
30
|
11.81
|
6
|
0.0126
|
0.032
|
G
|
40
|
15.74
|
7
|
0.0091
|
0.023
|
H
|
50
|
19.68
|
8
|
0.0063
|
0.016
|
I
|
I60
|
23.62
|
9
|
0.0040
|
0.010
|
Dari gambar diatas didapat data hasil pengukuran High Contras Resolution (HCR) lingkaran
yang memiliki kontras maksimal hanya sampai pada huruf “F” selanjutnya dapat
dilihat pada tabel diatas, huruf tersebut memiliki nilai sebesar 11,81 lp/cm
kemudian untuk pengukuran Low Contras
Resolution (LCR) terletak pada angka 9 dengan nilai 0.010 mm. Sedangkan
ambang batas yang dimiliki untuk LCR adalah ≤ 1,0 mm dan HCR ≥ 12 lp/cm.
Setelah di
dilakukan pengolahan data, hasil dari uji kesesuaian citra dinyatakan lulus,
karena hasil yang diperoleh masih berada dibawah nilai ambang batas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas citra adalah nilai tegangan (kVp) dan
arus (mA) serta variable jarak seperti SID dan SOD.
1.
Pengaruh Tegangan Tabung Sinar-X (kVp)
pada Kualitas Citra
Kualitas
citra yang maksimal ditunjukkan dengan nilai kontras yang tinggi, dan hal
tersebut akan dihasilkan apabila nilai tegangan tabung (kVp) lebih rendah, pada
hal ini terjadi perbandingan terbalik antara nilai tegangan dan kualitas citra.
2.
Pengaruh Kuat Arus Tabung (mA) pada Kualitas
Citra
Kuat
arus tabung adalah jumlah dari emisi radiasi per detik. Peningkatan dari
produksi arus akan berbanding lurus dengan peningkatan kualitas citra. Jika
kualitas citra pada monitor kurang bagus untuk pasien yang kurus, maka dapat
diperbaiki dengan meningkatkan arus tabung (mA). Berbeda halnya dengan pasien
tidak kurus, dibutuhkan pengaturan kembali pada nilai tegangan tabung (kVp)
kemudian nilai arus (mA).
3.
Pengaruh Nilai SID dan SOD pada
Kualitas Citra
SID atau Source Image Distance merupakan jarak fokus sinar-X ke permukaan
tabung II, sedangkan SOD (Source Object Distance) yang berarti
menunjukkan jarak antara fokus sinar-X atau sumber radiasi dengan pasien. Untuk
menghasilkan citra yang baik adalah menggunakan jarak sedekat mungkin antara
objek atau pasien dengan sumber radiasi, namun hal tersebut berhubungan dengan
dosis radiasi yang nanti akan diterima, oleh karena itu kita harus mengatur
bagaimana cara untuk mengasilkan citra dengan kualitas layak akan tetapi dosis
radiasi yang dihasilkan berada pada nilai serendah rendahnya.
5.2.4
Laju
Dosis Maksimum di Udara (Tanpa Fantom)
Ambang
batas toleransi pada laju dosis maksimum di udara untuk pesawat sinar-X
Fluoroskopi C-Arm pada mode
fluoroskopi normal tidak boleh lebih dari 100 mGy/min. Hasil dari pengujian
dapat dilihat pada tabel 6. Untuk dosis yang dihasilkan sebesar 22,351 mGy/min.
Dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapat kurang dari nilai ambang batas
ketetapan, laju dosis maksimum diudara dinyatakan laik. Prosedur pengukuran
tampak seperti gambar dibawah.
Gambar 11. Pengukuran Laju Dosis Maksimum di Udara (Tanpa Fantom)
Pengukuran
laju dosis pasien tipikal didapatkan nilai tegangan sebesar 89 kVp dan arus sebesar 2,85 mA. Nilai Efektif Surface Dose (ESD) atau nilai
dosis efektif pada permukaan didapat sebesar
11,881 mGy/min. Sedangkan nilai ambang batas yang dimilki adalah ≤ 15
mGy/min. Dengan itu laju dosis yang dihasilkan terbilang normal dan layak.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi laju dosis pasien pada mode
fluoroskopi diantaranya, tegangan tabung (kVp), kuat arus tabung (mA), waktu
penyinaran, kolimasi berkas sinar-X dan posisi geometri pasien.
1. Pengaruh
tegangan tabung sinar-X (kVp) pada laju
dosis pasien
Besarnya tegangan
tabung sinar-X sangat menentukan daya tembus berkas sinar-X dan radiasi yang
dihasilkan akan berbanding lurus dengan nilai tegangan input pada tabung
tersebut.
2.
Pengaruh Kuat arus tabung (mA) pada
laju dosis pasien
Kuat arus tabung adalah jumlah dari emisi radiasi per detik. Peningkatan
dari produksi arus seimbang dengan peningkatan radiasi yang keluar, paparan
pasien, dan brightness citra. Jika
kualitas citra pada monitor TV kurang bagus untuk pasien yang kurus, ini dapat
diperbaiki dengan meningkatkan mA. Untuk pasien yang lebih kurus lebih disukai
dengan peningkatan kVp, akibatnya akan meningkatkan radiasi yang keluar
sehingga membutuhkan pengurangan mA. Untuk pasien yang sangat kurus maka
membutuhkan pengaturan peningkatan kVp dan mA.
3.
Pengaruh pada Waktu penyinaran (S) pada laju dosis
pasien
Lamanya waktu penyinaran memerlukan kontrol yang tepat. Operator harus
memperhatikan lamanya waktu pasien saat terpapar radiasi. Meskipun tergantung
pada sejumlah faktor, pasien menerima laju dosis masuk kulit pada 75 kVp dan 1
mA adalah 10 mGy/menit, dan 50 mGy/menit pada 90 kVp dan 3 mA. Waktu penyinaran
dan paparan radiasi dapat dikurangi dengan penyinaran yang sedikit mungkin
dengan radiasi yang sekecil mungkin dan menggunakan fasilitas perekam citra
untuk pemeriksaan citra yang lebih detail.
4.
Pengaruh kolimasi berkas sinar-X pada laju dosis pasien
Pengurangan dosis yang besar dari pasien dan pekerja dapat dicapai dengan
menggunakan kolimator untuk mengatur ukuran berkas sinar-X. Ukuran berkas harus
disesuaikan dengan kebutuhan visualisasi anatomi. Kualitas citra dapat
ditingkatkan dengan mengurangi sejumlah besar hamburan radiasi dari luar bagian
yang dituju sampai ke penguat citra. Biasanya diameter penguat citra yang
digunakan kecil (sekitar 30 cm). Namun, tidaklah tepat mengkolimasi daerah
menjadi lebih kecil.
5.
Pengaruh posisi geometri pasien pada laju dosis pasien
Pasien harus diletakkan pada posisi yang sedekat mungkin dengan penguat
citra, begitu juga jarak pasien dengan tabung sinar-X. Selain itu, ketebalan
pasien juga mempengaruhi dosis. Laju dosis dan dosis akumulasi akan lebih besar
untuk pasien yang lebih besar dan bagian tubuh yang tebal. Pasien yang lebih
besar membutuhkan radiasi sampai 10 kali lipat untuk kualitas citra yang lebih
bagus dibandingkan dengan pasien yang lebih kurus. Perlu diingat bahwa bahwa
tingkat tertinggi radiasi datang dari sisi pasien yang berhadapan dengan tabung
sinar-X, dimana intensitas berkas sinar-X akan besar, dan terdapat radiasi yang
kecil dari sisi pasien yang berhadapan dengan penguat citra. Oleh karena itu
tabung sinar-X secara ideal adalah berada di bawah pasien.
PENUTUP
1. Kerja Mandiri Terpantau (KMT) dilakukan di Balai
Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Jakarta dari tanggal 18 Juli s/d 16 Agustus 2016. Adapun kegiatan
penulisan laporan dilaksanakan secara berkala dari dimulainya kegiatan Kerja
Mandiri Terpantau (KMT). Alhamdulillah syarat dari kelulusan mata Kuliah
tersebut telah terpenuhi.
2. Kerja Mandiri Terpantau (KMT) dilaksanakan di Lab Uji
Kesesuaian Sinar-X. Penulis melakukan uji kesesuaian pada pesawat sinar-X General
Purpose (Radiografi Umum), Dental Panoramic, Dental mobile, Mammografi, CT-Scan, dan Fluoroskopi C-Arm, dan di Lab Pemantauan Dosis
Peorangan penulis belajar tentang film badge dan TLD.
3. Hasil evaluasi pada uji kualitas citra dan dosis
radiasi pada pesawat sinar-X Fluoroskopi C-Arm
di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati dinyatakan layak dan baik, karena hasil
yang didapatkan tidak melebihi nilai ambang batas yang ditentukan. Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas citra, diantaranya nilai SID dan
SOD, tegangan tabung (kVp), dan arus tabung (mA). Sedangkan yang mempengaruhi
dosis radiasi diantaranya nilai tegangan tabung (kVp), dan arus tabung (mA),
waktu penyinaran (S), kolimasi berkas dan posisi geometri pasien.
Semoga bermanfaat, apabila ada yang ingin ditanyakan bisa langsung kirim email yaa :) thanks..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar